PkM Perempuan Mandiri: Program Pemberdayaan Pada Komunitas Pekerja Seks Perempuan (PSP) Kolaborasi PPM Unika Atma Jaya dan Yayasan Bandungwangi
11/21/2025 12:00:00 AM
Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Perempuan Mandiri merupakan hasil kerja sama antara Pusat Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Unika Atma Jaya dan Yayasan Bandungwangi. Yayasan Bandungwangi adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia yang didirikan oleh dan untuk pekerja seks perempuan, dengan fokus pada pemenuhan hak-hak pekerja seks sebagai warga negara. Kolaborasi ini menjadi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan, kapasitas diri, serta kemandirian kelompok Pekerja Seks Perempuan (PSP).
Program PkM Perempuan Mandiri dirancang untuk memperkuat kapasitas peserta melalui pendekatan partisipatif, psikososial, serta pengembangan ekonomi produktif. Seluruh rangkaian kegiatan mengedepankan prinsip inklusivitas, kesetaraan gender, dan pembelajaran reflektif sehingga peserta dapat terlibat aktif, mengembangkan kesadaran diri, serta memperoleh keterampilan yang relevan bagi kemandirian ekonomi dan penguatan komunitas.
Kegiatan dilaksanakan pada 12 November 2025 dan 20 November 2025 bertempat di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Jakarta Islamic Center, Koja, Jakarta Utara.

Hari Pertama – 12 November 2025
Pelatihan Kepercayaan Diri Berbasis Experiential Learning dan Konseling Kelompok
Kegiatan hari pertama difasilitasi oleh Dr. Yohana Ratrin Hestyanti, Psikolog (Dosen Fakultas Psikologi). Pelatihan dimulai dengan sesi perkenalan dan pertanyaan pembuka mengenai motivasi peserta mengikuti program. Alasan yang muncul beragam, seperti ingin menambah pengalaman, mengisi waktu luang, mempelajari cara membuat tempe, hingga meningkatkan pendapatan.
Dalam diskusi kelompok, peserta menyampaikan berbagai alternatif usaha yang ingin dicoba—di antaranya usaha laundry dan usaha tempe. Mereka juga berbagi pengalaman kerja sebelumnya, seperti berdagang rokok, menjual rongsokan, menjaga kontrakan, membantu berjualan nasi uduk, hingga berjualan seblak. Namun sebagian usaha terhenti karena kendala modal, kesehatan, maupun perubahan situasi keluarga.

Fasilitator menekankan bahwa setiap usaha memerlukan persiapan, kemauan, keterampilan, serta dukungan lingkungan. Peserta kemudian menyebutkan hobi masing-masing, seperti memasak, menyanyi, jalan-jalan, membaca, karaoke, olahraga, hingga sekadar berkumpul bersama teman.
Kegiatan berlanjut dengan diskusi berpasangan, di mana peserta menuliskan jawaban atas tiga pertanyaan reflektif: 1. Pengalaman atau peristiwa yang membuat tidak nyaman akhir-akhir ini, 2. Hal yang dapat membantu mengatasi ketidaknyamanan tersebut. 3. Harapan yang ingin dicapai.

Sesi ditutup dengan latihan self-help, mindfulness, dan teknik pernapasan perut, dan foto bersama.
Kegiatan ini dihadiri oleh 10 peserta, Laban Eka Jaya (PPM), dan Ibu Titin (Yayasan Bandungwangi).
Hari Kedua – 20 November 2025
Pelatihan Produksi Tempe Berbasis Bioteknologi Sederhana
Pelatihan kedua difasilitasi oleh Anastasia Tatik Hartanti, S.Si., M.Si. (Dosen Fakultas Biosains, Teknologi, dan Inovasi – Prodi Teknologi Pangan), didampingi tiga mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan: Catherine Felicia, Jesslyn, dan Shynansari.

Kegiatan diawali dengan pengisian kuesioner yang mencakup identitas peserta, persepsi mengenai tempe, pola konsumsi, motivasi mengikuti pelatihan, serta minat untuk membagikan pengetahuan kepada orang lain. Peserta juga memilih tujuan setelah mengikuti pelatihan, seperti: menambah pengetahuan, membuat tempe untuk konsumsi pribadi, membuat tempe untuk dijual, mendirikan pabrik tempe skala rumah tangga, dan mendirikan pabrik tempe skala industri. Peserta juga memberikan saran untuk pelaksanaan pelatihan berikutnya. Setelah sesi kuesioner, kegiatan dilanjutkan dengan pengenalan teori dasar mengenai tempe.
Selanjutnya, peserta mengikuti praktik langsung pembuatan tempe higienis menggunakan prosedur sederhana berbasis bioteknologi. Dengan pendampingan mahasiswa, peserta menyiapkan dan memproses bahan hingga tahap fermentasi awal. Tempe yang telah diproses dibawa pulang menggunakan boks plastik yang disediakan, dan setelah disimpan selama dua hari, tempe sudah dapat dimasak dan dikonsumsi.
Selama masa penyimpanan tempe hingga hari Sabtu, pendampingan tetap dilakukan melalui grup WhatsApp oleh Ibu Tatik untuk memastikan proses berjalan dengan baik.
Kegiatan ini dihadiri oleh 9 peserta, Laban Eka Jaya (PPM), Berlinda (Alumni Fakultas Psikologi UAJ), dan Ibu Titin dari Yayasan Bandungwangi.