Penulis:
Sih Yuliana Wahyuningtyas
Stephen Aprius Sutresno
Feliks Prasepta Sejahtera Surbakti
Petrus Dapet
Kalistazaira Audriendiamanty
Teresa Kaena Dharmanyoto
Sinopsis
Deepfake
merupakan salah satu penerapan teknologi artificial intelligence (AI) generatif
yang dibuat menggunakan model deep learning yang memungkinkan pengenalan pola
data yang kompleks, sehingga mampu mengubah, memanipulasi, bahkan membuat baru
data gambar, video, atau suara yang dapat menyerupai data aslinya. Deepfake
sering disebut sebagai teknologi rekayasa atau sintetis citra manusia yang
dapat dipelajari oleh komputer. Inovasi disruptif yang diusung oleh AI dan
memunculkan teknologi deepfake saat ini semakin cepat berkembang. Sementara
itu, terdapat tantangan tersendiri dari sisi hukum. Salah satu yang menonjol adalah
dampaknya terhadap privasi karena kemampuannya untuk mengubah pola interaksi
antara teknologi dan manusia di luar yang selama ini dipahami dan diatur dalam
perlindungan data yang ada di berbagai yurisdiksi di seluruh dunia. Secara
spesifik, tantangan tersebut ada pada kemampuan untuk memproses data biometrik
pengguna yang merupakan data sensitif dalam konteks pelindungan data pribadi,
sementara pendeteksian pelanggaran semakin sulit. Buku ini disusun untuk
menjawab bagaimana tipologi penyalahgunaan teknologi deepfake dengan pemrosesan
data biometrik dan identifikasi dampak merugikan (harm) dalam penyalahgunaan
teknologi deepfake, dan bagaimana teknologi deepfake berdampak pada interaksi
sosial dan bagaimana literasi digital dan kesadaran pengguna berdampak pada
penyalahgunaan teknologi deepfake.
Di antara sejumlah kesulitan bagi hukum untuk merespon perkembangan teknologi dengan cepat, dua di antaranya adalah bahwa kecepatan hukum untuk berubah, berkembang, atau dibentuk sering jauh tertinggal dari kecepatan inovasi. Selain itu, inovasi yang bersifat disruptif, termasuk teknologi deepfake, lazimnya tidak dapat diprediksi sebelumnya sehingga hukum tidak dapat atau sulit untuk mengantisipasinya dalam bentuk regulasi. Pada sisi lain, hukum tidak boleh menghambat inovasi, sehingga regulasi tidak boleh dibuat tanpa pertimbangan yang matang akan dampaknya, antara lain, bagi inovasi, lingkungan, dan para pemangku kepentingan, termasuk bagi pelaku dan penerima manfaat atau dampaknya. Sementara hukum bergegas untuk mengejar ketinggalan, maka dapat disusun pedoman yang memuat prinsip-prinsip etika sebagai rujukan untuk penggunaan inovasi tersebut dan dapat disusun pula suatu standar untuk penggunaan teknologi deepfake, yang dalam konteks ini dalam bentuk pemrosesan data biometrik. Pada tahapan berikutnya, dengan pemahaman yang lebih baik tentang suatu inovasi teknologi baru dan dampak penggunaannya, maka dapatlah disusun regulasi yang memuat ketentuan yang lebih spesifik.