Pernah mendengar tentang Chuseok? Bagi masyarakat Korea Selatan, hari raya ini bukan sekadar libur panjang. Chuseok adalah waktu untuk pulang ke kampung halaman, berkumpul bersama keluarga, dan bersyukur atas hasil panen yang melimpah. Tradisi itu kini kian dikenal di luar negeri, termasuk di Indonesia, yang turut merayakan semangat kebersamaan ala Korea Selatan dengan cara sendiri.
Untuk memperkenalkan tradisi tersebut, Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) bersama King Sejong Institute (KSI) Jakarta dan Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya menggelar Festival Budaya Korea: Chuseok & Hangeul Day di Hall KW, Kampus Semanggi, Pada Selasa, (7/10).
Direktur Korean Cultural Center Indonesia (KCCI), Kim Yong Woon, mengatakan bahwa keindahan budaya tidak hanya dapat dikenali lewat pengetahuan, tetapi juga melalui pengalaman bersama. “Kita datang dari latar yang berbeda, tapi hari ini kita berdiri di tempat yang sama. Semoga momen ini menjadi waktu yang berharga untuk kita berbagi dan menikmati kebersamaan,” ungkapnya.
Tahun ini, masyarakat Korea merayakan Chuseok atau Hangawi pada 6 Oktober 2025, bertepatan dengan tanggal 15 bulan kedelapan dalam kalender lunar. Bagi mereka, hari besar ini menjadi salah satu tradisi paling penting di Korea. Di sana, keluarga berkumpul untuk menghormati leluhur dan menikmati hidangan dari hasil panen. Maknanya sederhana tapi dalam, yaitu tentang bersyukur, berbagi, dan menjaga hubungan antargenerasi.
Semangat itu dihadirkan lewat kegiatan Hansik Experience, sesi membuat dan mencicipi makanan tradisional Korea. Kegiatan dimulai dengan bibimbap, nasi campur berwarna cerah yang tersaji dalam satu mangkuk besar. Di dalamnya ada nasi putih hangat, sayuran yang ditumis ringan, telur mata sapi, dan saus pedas gochujang yang memberi keseimbangan rasa. Warna-warni bahan itu tidak hanya menarik mata, tetapi juga menggambarkan harmoni dan keseimbangan hidup, bagaimana perbedaan rasa dan tekstur bisa berpadu menjadi satu kesatuan yang utuh.
Setelah itu, peserta beralih membuat songpyeon, kue beras mungil berbentuk setengah bulan yang menjadi salah satu simbol penting dalam perayaan Chuseok. Adonan ketan lembut diisi dengan wijen manis, lalu dikukus di atas daun pinus agar wangi alaminya menempel di permukaan kue. Dalam tradisi Korea, bentuk bulan sabit pada songpyeon melambangkan harapan dan keberuntungan di masa depan. Ada pula kepercayaan bahwa siapa yang membuat songpyeon paling indah akan mendapat keberuntungan dalam hidupnya.
Lewat bibimbap dan songpyeon, Chuseok Festival menjadi lebih dari sekadar perayaan budaya. Ia menjadi ruang bagi tawa, rasa syukur, dan keindahan sederhana ketika dua bangsa berbagi cerita dalam satu mangkuk kebersamaan.
(DEL)