
Jakarta - Serangan siber kini tak hanya mengintai sektor perbankan atau bisnis digital. Dunia pendidikan pun ikut menjadi sasaran. Dari kebocoran data mahasiswa hingga gangguan sistem akademik, ancaman keamanan informasi kian nyata bagi perguruan tinggi yang bergantung pada teknologi. Di tengah arus digitalisasi kampus yang terus melaju, kesadaran akan pentingnya tata kelola data menjadi keniscayaan baru.
Menjawab tantangan itu, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penguatan Tata Kelola Pengelolaan Data dan Informasi bagi perguruan tinggi di wilayah binaannya. Kegiatan ini berlangsung, Senin (27/10) secara hybrid di Unika Atma Jaya (UAJ), Kampus Semanggi.
Inisiatif ini sejalan dengan Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI) serta Peraturan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Tim Tanggap Insiden Siber (TTIS)/Computer Security Incident Response Team (CSIRT). Kedua regulasi tersebut menjadi pijakan penting dalam membangun sistem perlindungan data dan informasi di lingkungan pendidikan tinggi.

Sebagai tuan rumah, Sekretaris Universitas Unika Atma Jaya, apt. Sherly Tandi Arrang, M.Farm-Klin., menekankan pentingnya menempatkan data sebagai aset strategis kampus di era digital. “Data bukan lagi sekadar catatan administratif, tetapi aset penting yang menentukan arah kebijakan, mutu akademik, dan daya saing universitas. Perguruan tinggi yang memiliki data akurat dan terkelola dengan baik akan mampu mengambil keputusan berbasis bukti (evidence-based decision making) serta mendukung kebijakan publik dengan lebih tepat sasaran,” ujarnya.
Pada sesi pertama, hadir perwakilan dari PT Prodia Widyahusada Tbk, Dr. Andri Hidayat, M dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Agus Prasetyo, S.Kom., M.M., Keduanya menyoroti pentingnya membangun budaya keamanan siber di perguruan tinggi. Bagi mereka, menjaga keamanan data bukan hanya tanggung jawab tim teknologi informasi, tetapi seluruh sivitas akademika. Kesadaran digital perlu dimulai dari hal-hal sederhana, serta diperkuat lewat kolaborasi lintas lembaga untuk membangun ketahanan siber nasional.

Sesi berikutnya menghadirkan perwakilan Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemdiktisaintek, Yunus Khomaeni, S.T., MAP., bersama Dosen Prodi Teknik Industri UAJ, Dr. Ir. Karel Octavianus Bachri, S.T., M.T., IPM. Keduanya sepakat bahwa keamanan siber di perguruan tinggi tak lagi bisa dipandang sebagai urusan teknis semata. Penerapan SMKI berbasis ISO/IEC 27001:2022 dan pembentukan CSIRT disebut menjadi langkah strategis memperkuat perlindungan data kampus. Mereka sepakat, ketahanan siber yang tangguh hanya dapat dibangun melalui kombinasi kesiapan teknologi, literasi digital, dan sistem pemantauan ancaman berbasis intelijen yang adaptif.
Pada akhirnya, di era sistem pendidikan yang kian kompleks, menjaga keamanan data bukan sekadar kewajiban teknis, melainkan fondasi kepercayaan dan keberlanjutan lembaga.
Laporan: CHA/STV
(DEL)