ASK
ME

REGISTER
NOW

LeaderTalks: Belajar Service Excellence dari Sumbernya

11/7/2025 12:00:00 AM



Jakarta - Dulu, urusan layanan pelanggan identik dengan antre panjang dan suara mesin antrean yang tak kunjung berhenti. Kini, sebagian besar keluhan diselesaikan lewat layar ponsel. Layanan pelanggan tak lagi sekadar menanggapi masalah, tapi telah menjadi jantung strategi perusahaan dalam membangun reputasi dan kepercayaan publik. 


Semangat perubahan inilah diangkat dalam Leader Talks yang digelar Biro Sumber Daya Manusia (BSDM) UAJ, Selasa (28/10) di Gedung Yustinus lantai 14, Kampus Semanggi. Forum ini menghadirkan Senior Advisor PT Bank Central Asia Tbk, Nathalya Wani Sabu, sosok di balik transformasi besar layanan pelanggan BCA yang kini dikenal luas lewat Halo BCA.


Acara dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Sumber Daya Manusia, Dr. Yohanes Eko Adi Prasetyanto, S.Si, yang menekankan pentingnya semangat pelayanan dalam dunia pendidikan. 



“Kita bergerak di industri pendidikan, tapi pada dasarnya kita juga perlu belajar dari industri layanan. Pembeda utama perguruan tinggi kini bukan hanya mutu akademik, tetapi bagaimana pelayanan kepada mahasiswa karena kerap kali, hal sederhana seperti sapaan hangat justru membentuk citra besar perguruan tinggi,” tandas Eko.


Dalam sesinya, Wani menuturkan perjalanan panjang BCA membangun budaya pelayanan yang adaptif. Dengan nada bercanda, ia mengingat masa ketika masyarakat kerap menjuluki BCA sebagai “Bank Capek Antri.”


“Sekarang? Alhamdulillah, enggak lagi,”candanya disambut tawa peserta. Dengan gaya bercerita yang ringan dan menghibur, Wani juga mengisahkan transformasi sebuah bank konvensional menjadi institusi digital dengan service excellence


Perubahan besar itu, katanya, bermula dari satu kesadaran sederhana, yakni memahami pelanggan. Ia mengutip pesan dari Wakil Presiden Direktur BCA, Armand Wahyudi Hartono. “Perusahaan yang bagus itu kelihatan dari contact center-nya. Dari bagaimana mereka menjawab masalah pelanggan, bukan dari besar kecilnya aset,” ujarnya.




BCA mulai membangun sistem layanan terpadu, memperkuat komunikasi, hingga meluncurkan nomor cantik 1500-888 yang kini identik dengan Halo BCA. “Top of mind itu mahal, tapi sepadan,” tutur Wani.


Pergeseran perilaku nasabah juga menjadi pendorong utama. Sekitar 67% pengguna BCA kini berasal dari generasi milenial dan Gen Z kelompok yang disebutnya “paling banyak tapi paling malas.” Maka, BCA pun menyesuaikan diri. “Dulu buka rekening bisa sampai tiga jam. Sekarang tinggal lewat ponsel, selesai dalam hitungan menit,” jelasnya. Kini, 99,8% transaksi dilakukan secara digital, hanya 0,2% yang masih datang ke cabang. “Kalau mau cuan, ya harus berubah!” tegasnya.


Transformasi ini juga melahirkan asisten virtual, dipanggil Vira, yang menjadi wajah baru layanan BCA. Dua tahun pertama, 70% jawabannya hanya ‘oh Vira belum mengerti. Kini, Vira bisa menjawab hingga 80%  pertanyaan dengan akurat.

Diiringi suara tawa yang riuh dari peserta, Wani menekankan kembali bahwa pelayanan yang baik bukan semata soal kecepatan, tetapi juga empati. Ia mencontohkan, dalam situasi sensitif seperti ketika rekening nasabah dibobol oleh pasangannya sendiri, pendekatan manusiawi dan komunikasi yang hati-hati tetap menjadi kunci.




Bagi civitas akademika Atma Jaya,  sesi Leader Talks ini bukan sekadar ajang berbagi kisah sukses, melainkan juga ruang refleksi. Dunia pendidikan, sama halnya dengan bisnis, perlu memahami siapa pelanggannya.


"Kalau ingin relevan, kita harus tahu siapa mahasiswa kita hari ini. Sebab sekarang, semua harus serba cepat, bahkan lebih cepat dari pacar membalas chat," pungkasnya.

Laporan:  CHA

(DEL)