Jakarta -
Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya melalui Institute for Advance
Research (IFAR) bekerja sama dengan American Institute for Indonesian Studies
(AIFIS) menyelenggarakan Public Talk bertemakan "Using
Indigenous Sonic Entanglements to Advance Indonesia's Emerging 'Forest City'
Vision".
Kegiatan ini merupakan pelopor kerja sama antara
IFAR Unika Atma Jaya dengan AIFIS yang mengangkat topik seputar Forest City pada
pembangunan IKN di Indonesia. Kolaborasi ini berlangsung pada Kamis (10/7/25) di gedung
Yustinus lantai 13, Kampus Semanggi, Unika Atma Jaya.
Diskusi ini menghadirkan Walker DePuy, Ph.D.,
selaku Fellow Postdoctoral, Asia Research Institute, National University of
Singapore yang akan menjadi pembicara utama dalam acara ini. Selain itu
turut hadir Dr. Yosef Marcis Djakababa, B.A., M.A., selaku Country Director
AIFIS dan Salvatore Simarmata, S.Sos., M.A., Ph.D., selaku Direktur IFAR.
Pembukaan acara dimulai oleh Dr. Yosef Marcis
Djakababa yang menyampaikan rasa syukur atas terjadinya kolaborasi ini, beliau
juga menambahkan harapan besarnya dalam kerja sama ini "Kegiatan hari ini
adalah kolaborasi pertama AIFIS dengan IFAR, saya sangat senang dan berharap
kolaborasi seperti ini dapat terus berlanjut dan membuat event yang lebih
banyak lagi," ucap Dr. Yosef Marcis Djakababa.
Salvatore Simarmata turut menakankan pentingnya kolaborsasi ini untuk memberikan kesadaran dalam membangun kota yang berkelanjutan.
"Dengan kolaborasi pertama IFAR dan AIFIS ini saya harap
dapat jadi permulaan untuk lebih banyak kolaborasi lainnya. Dengan diskusi ini
kita harus menyadari bahwa kita harus menentukan bagaimana kota dibentuk
dibandingkan menghancurkan dan mendominasinya," ucap Salvatore Simarmata.
Pemaparan materi dimulai oleh Walker DePuy. Beliau
menjelaskan mengenai IKN sebagai ”Forest City” yang bukan sekedar kota
hijau yang ditopang oleh tutupan pohon tropis, melainkan sebuah upaya ambisius
untuk mengintegrasikan konservasi kawasan lindung dan penghormatan terhadap hak
penduduk sekitar.
Dengan metode seperti Soundwalks dan sesi mendengarkan bersama komunitas, Walker DePuy bersama timnya berkumpul bersama penduduk lokal untuk saling memahami dan mendengarkan. Di sisi lain, tim Walker juga mencoba untuk memahami makna hutan bagi para penduduk lokal sekaligus mengungkap risiko nyata seperti hilangnya habitat satwa liar dan terpinggirkannya penduduk setempat.
Walker DePuy juga menekankan pentingnya
mendengarkan suara-suara lokal dan ekosistemnya dalam upaya mewujudkan visi “forest
city” yang berkelanjutan. Pendekatan seperti deep listening menjadi salah
satu alternatif untuk memahami relasi antara manusia, alam liar serta perubahan
yang akan terjadi di daerah pembangunan IKN.
“IKN sebagai forest city adalah sebuah visi
yang ambisius dan penuh tantangan. Namun untuk menjadikannya kenyataan, kita
harus mengakui terlebih dahulu sejarah Indonesia terkait konsesi lahan dan
bagaimana relokasi ini akan berdampak pada komunitas manusia serta komunitas
non manusia (hewan dan lingkungan). Melalui proses mendengarkan bersama, kita
dapat memahami cerita, memori dan bahkan makna baru yang membantu kita untuk
membayangkan masa depan forest city yang benar-benar berkelanjutan dan
adil,” ujar Walker.
Acara ini menjadi langkah awal IFAR dari Unika Atma
Jaya dengan AIFIS dalam membentuk kolaborasi yang berkelanjutan dan mendorong
kolaborasi lintas disiplin yang mempromosikan metode riset yang inovatif untuk
masa depan.