JAKARTA –
Simposium dua tahunan International Symposium on the Languages of Java
(ISLOJ) kembali digelar pada tanggal 4-5 Juni 2025, bertempat di Gedung Yustinus,
Lt. 14, Kampus Semanggi, Unika Atma Jaya. Acara diselenggarakan oleh Pusat
Kajian Bahasa, ISLOJ ke-10 menghadirkan para akademisi dari berbagai institusi
dalam dan luar negeri untuk membahas kemajuan studi linguistik terhadap
bahasa-bahasa non-Melayu di Jawa dan sekitarnya, seperti Jawa, Madura, Sunda,
Sasak, Bali, hingga bahasa isyarat Indonesia.
ISLOJ 2025 menampilkan sejumlah sesi presentasi
ilmiah dari para akademisi dan peneliti internasional. Simposium ini secara
konsisten memfasilitasi diskusi kritis dan lintas disiplin mengenai semua
variasi bahasa tersebut, baik bentuk standar, non-standar, dialektal, maupun
yang mengalami kontak bahasa. Melalui forum ini, para peserta tidak hanya
memperluas wawasan keilmuan, tetapi juga memperkuat jaringan kolaboratif
antarpeneliti dari berbagai negara.
Salah satu sesi unggulan adalah ISLOJ Special
Season yang menampilkan Nina Setyaningsih dari Universitas Dian Nuswantoro
dengan presentasi berjudul “Info kreak kreak lur”: The Register of
Semarang’s Citizen Journalism Instagram Accounts. Presentasi ini mengulas
fenomena kebahasaan dalam akun-akun jurnalistik warga di media sosial yang khas
dari Semarang. Dalam paparannya, Nina menyoroti dinamika penggunaan ragam
bahasa yang merefleksikan identitas lokal, kreativitas linguistik, dan resistensi
terhadap bahasa formal.
“Bahasa dalam akun-akun instagram warga Semarang
tidak hanya sebagai media informasi, tetapi juga sebagai ruang artikulasi
identitas, solidaritas, dan kritik sosial terhadap norma kebahasaan yang lebih
dominan,” ungkapnya.
Nina Setyaningsih sendiri merupakan seorang emerging
scholar yang baru saja diterima sebagai kandidat doktor di Universitas
Gadjah Mada. Dalam sesi ISLOJ ini, ia juga membagikan pengalamannya sebagai
penutur asli dari Semarang, serta menyoroti kompleksitas ragam bahasa di
wilayah urban pesisir yang multicultural khususnya ciri khas dialek Semarangan
yang sering dianggap “kasar” karena tidak mengikuti norma unggah-ungguh Jawa
standar.
Topik-topik lain yang tak kalah menarik turut mewarnai
ISLOJ 2025. Christopher Davis dari University of the Ryukyus, memaparkan teori
semantik dalam sistem unggah-ungguh bahasa Jawa, menjelaskan bagaimana
makna terbentuk dan dinegosiasikan melalui pilihan bentuk bahasa yang berkaitan
erat dengan hierarki sosial. Sementara itu, Ika Nurhayani (Universitas
Brawijaya), Nurenzia Yannuar (Universitas Negeri Malang), dan Wawan Eko
Yulianto (Universitas Ma Chung) menghadirkan hasil kajian kolaboratif mereka
mengenai dinamika ragam bahasa Jawa di Suriname.
Melalui analisis video YouTube, mereka menelusuri
bagaimana komunitas keturunan Jawa di diaspora tersebut mempertahankan
sekaligus menyesuaikan bahasa leluhurnya dalam konteks baru. Tidak kalah
relevan, Jozina Vander Klok dan Nico Lehmann dari Humboldt Universität zu
Berlin menyajikan penelitian mengenai ekspresi pengacu orang dalam bahasa Jawa,
serta bagaimana ekspresi tersebut dapat berbeda atau justru tetap di antara
berbagai register. Ketiga presentasi ini, bersama paparan lain dalam simposium,
menunjukkan betapa dinamis dan kompleksnya ekosistem bahasa Jawa serta
ragam-ragamnya dalam berbagai ruang sosial dan geografis.
Melalui kegiatan ini, Unika Atma Jaya berharap
dapat terus mendukung kajian-kajian kebahasaan yang inklusif, relevan dengan
perkembangan zaman, serta berkontribusi terhadap pelestarian dan pengembangan
kekayaan linguistik Nusantara.