ASK
ME

REGISTER
NOW

Pelindungan Data Pribadi - Peer Review FGD


Menjawab Celah Hukum Deepfake, Tim Peneliti Unika Atma Jaya Pertajam Rekomendasi Regulasi White Paper Kebijakan Bersama Para Ahli

Jakarta – Tim Peneliti Perlindungan Data Biometrik dari UNIKA Atma Jaya, Selasa (23/9), menyelenggarakan Peer Review Focus Group Discussion (FGD) pada Aula K2.202, Kampus Semanggi, UNIKA Atma Jaya yang mempertemukan para pakar dari akademisi, pemerintah, industri, dan masyarakat sipil. Dengan tema “Diskursus tentang Data Biometrik dan Teknologi Deepfake: Menggagas Titik Temu antara Hukum dan Inovasi Teknologi dalam Konteks Privasi dan Keamanan”, pertemuan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan kritis terhadap draf White Paper yang telah disusun tim peneliti sebagai respons atas pesatnya perkembangan dan risiko teknologi deepfake. FGD ini merupakan kelanjutan dari riset mendalam yang didanai oleh DPPM Kemendikbudristek tahun anggaran 2025.

Dr. jur. Sih Yuliana Wahyuningtyas, Ketua Tim Peneliti, mengawali kegiatan peer Review FGD dengan memaparkan hasil penelitian dan rancangan naskah kebijakan untuk para pemangku kepentingan. Hasil penelitian tersebut menjawab persoalan mengenai tipologi penyalahgunaan deepfake, dampak penyalahgunaannnya, mitigasi risiko, dan rekomendasi kebijakan untuk Indonesia. Tim Peneliti juga menekankan urgensi kolaborasi dalam menghadapi kekosongan hukum. Teknologi deepfake berkembang lebih cepat dari regulasi yang ada. Oleh karena itu, Tim Peneliti melibatkan para narasumber sebagai representasi dari para pemangku kepentingan untuk mendapatkan masukan dan kajian atas hasil penelitian dan rancangan naskah kebijakan yang disusunn, agar dapat menjadi rekomendasi kebijakan yang aplikatif dan menjawab persoalan nyata di masyarakat.

Diskusi menyoroti berbagai tantangan multidimensi dari teknologi deepfake. Oki Suryowahono dari Pusat Kebijakan Strategis (Pusaka) Komdigi menyatakan bahwa Indonesia masih menghadapi kekosongan hukum yang signifikan, sementara potensi penyalahgunaannya semakin tidak terbendung, terutama di sektor rentan seperti perbankan, politik, dan media.
            Menawarkan solusi dari perspektif industri, Bapak Machdi Fauzi, Vice President, Head of Ecosystem Regulatory Affairs di P.T. Indosat Ooredoo Hutchison, mengusulkan pendekatan inovatif untuk menyeimbangkan regulasi dan eksperimen. Beliau menyatakan, “Salah satu rekomendasi yang diajukan adalah penerapan regulatory sandbox, sebagaimana yang telah berhasil dilakukan OJK di sektor keuangan. Melalui sandbox, industri dapat menguji coba solusi baru di bawah pengawasan regulator sebelum layanan dikonsumsi masyarakat secara luas.”

                       
Dari sisi hukum siber, Dr. Kristianto P.H., S.H., M.H., dari Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, memberikan pandangan skeptis terhadap efektivitas regulasi formal semata. Menurutnya, inisiatif dari masyarakat menjadi kunci. “Tata kelola yang hanya mengandalkan regulasi formal, seperti UU PDP, masih belum cukup karena implementasinya pun belum optimal. Alternatif tata kelola dapat muncul dari inisiatif masyarakat, misalnya melalui forum yang menyusun kode etik mandiri. Tata kelola berbasis soft law ini, jika dijalankan konsisten, berpotensi berkembang menjadi hard law,” jelas Dr. Kristianto.
            Perspektif hak asasi manusia disampaikan oleh Bapak Parasurama dari ELSAM yang menyoroti perdebatan fundamental mengenai perlindungan data biometrik. Beliau menegaskan, “Wajah dan suara manusia bukanlah objek yang tepat untuk dikategorikan sebagai intellectual property. Keduanya lebih tepat dilindungi melalui kerangka UU PDP, bukan melalui hak cipta, karena merupakan data pribadi yang melekat pada individu dan bukan sekadar objek properti,”

Diskusi juga diperkaya dengan perspektif lain, termasuk pentingnya memasukkan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) sebagai tipologi penyalahgunaan deepfake oleh Ibu Shevierra Danmadiyah (LeIP), celah keamanan siber pada sistem autentikasi biometrik oleh Bapak Fransiscus Xaverius Taro (Cyber Security Evangelist), serta pandangan pengguna yang diwakili oleh Bapak Eugenius Kau Suni, S.T., M.T.
            Hasil dari peer review ini akan diintegrasikan untuk memfinalisasi White Paper “Perlindungan Data Biometrik dalam Pemrosesan oleh Artificial Intelligence (AI) untuk Teknologi Deepfake”. Dokumen ini diharapkan dapat menjadi rujukan komprehensif bagi pemerintah, legislator, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menyusun kerangka regulasi yang adaptif dan melindungi masyarakat dari ancaman teknologi deepfake.