JAKARTA – Universitas
Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya melalui Pusat Kajian Bahasa dan Budaya
(PKBB) menyelenggarakan Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya (KOLITA) ke-23
pada tanggal, 1–3 Juli 2025. konferensi ini dilaksanakan secara hybrid, berlangsung
di Gedung Yustinus, Lantai 14, Kampus Semanggi, Unika Atma Jaya. Kegiatan ini
diikuti oleh akademisi, peneliti, dosen, mahasiswa, serta pemerhati bahasa dari
berbagai institusi Pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Mengusung semangat
kolaborasi dan keberagaman dalam kajian linguistik, KOLITA 23 menyajikan sesi
pleno, presentasi paralel, dan diskusi mendalami isu-isu kebahasaan terkini. Topik
yang diangkat meliputi pragmatik, linguistik kritis, revitalisasi bahasa
daerah, hingga pemanfaatan teknologi dalam pengajaran bahasa. Para peserta
turut mempresentasikan hasil riset dan membangun jejaring akademik lintas
institusi.
Dalam sambutannya,
Ekarina, Ph.D., Kepala Pusat Kajian Bahasa dan Budaya (PKBB) Unika Atma Jaya,
menyampaikan harapannya agar forum ini tidak hanya menjadi ajang ilmiah, tetapi
juga wadah kolaboratif yang berkelanjutan.
“Saya berharap
program ini tidak hanya bermanfaat bagi peserta, tetapi juga memperkuat
jejaring dan kolaborasi antarpeneliti yang telah terjalin di forum ini agar
terus berkembang dan memberikan dampak positif yang lebih luas di masa depan,”
ujar Ekarina.
Salah satu momen
berkesan dalam KOLITA 23 adalah kehadiran Dr. Nick Palfreyman dari University
of Central Lancashire sebagai pembicara pleno hari kedua. Dr. Nick, seorang
akademisi Tuli, menyampaikan materinya menggunakan bahasa isyarat dengan
bantuan juru bahasa. Kehadirannya memberikan perspektif baru tentang linguistik
dan komunitas Tuli serta mencerminkan nilai inklusivitas dalam dunia akademik.
Dalam
presentasinya berjudul “Pendokumentasian dua Bahasa terancam punah di Jawa
Barat dan Bali: Apa yang bisa kita pelajari tentang perkembangan bahasa isyarat
di Indonesia?”, Dr. Nick memaparkan hasil riset kolaboratif tentang pelestarian
dua bahasa lokal yang hampir punah, sekaligus keterkaitannya dengan
perkembangan bahasa isyarat di Indonesia.
Selain Dr. Nick,
KOLITA 23 juga menghadirkan pembicara undangan lainnya seperti Christine
Manara, Ph.D. (Unika Atma Jaya), Dr. Dwi Noverini Djenar (The University of
Sydney), dan Khairunnisa, Ph.D. (BRIN), yang membahas topik tentang pembelajaran
bahasa dengan pendekatan naratif, penggunaan bahasa dalam konteks sosial, dan
dokumentasi bahasa daerah.
Terdapat pula
sembilan sesi paralel yang mencakup topik luas mulai dari analisis wacana
media, fenomena sosial bahasa di ruang digital, hingga penggunaan AI dalam
penerjemahan.
Para peserta tidak
hanya berasal dari berbagai kampus di Indonesia, tetapi juga dari mancanegara,
menjadikan forum ini kaya akan perspektif dan pengalaman.
Melalui KOLITA 23,
Unika Atma Jaya menegaskan komitmennya dalam membangun ruang akademik yang
inklusif, transformatif, dan berdampak, sejalan dengan nilai-nilai inti
universitas yaitu Kristiani, Unggul, Profesional, dan Peduli (KUPP). Lebih dari
sekadar ajang pertukaran gagasan, KOLITA 23 juga menjadi momentum reflektif
untuk memperkuat peran bahasa dalam menjawab berbagai tantangan sosial dan
budaya masa kini.