ASK
ME

REGISTER
NOW

Respons Gereja Katolik terhadap Kehadiran Anak Berkebutuhan Khusus

12/19/2024 12:00:00 AM
Gereja Katolik memainkan peran penting dalam mendukung ABK serta keluarga mereka, terutama melalui dukungan emosional, spiritual, dan sosial di tiga keuskupan, yaitu Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bogor, dan Keuskupan Surabaya. Di ketiga keuskupan tersebut, penerimaan terhadap kondisi ABK sering kali menjadi perjalanan emosional bagi banyak orangtua yang awalnya merasakan kebingungan, penolakan, dan keputusasaan. Dengan adanya dukungan dari komunitas, konseling psikologis, serta kegiatan spiritual seperti retret dan misa ABK, orangtua dapat menjalani proses penerimaan dan menemukan ketenangan serta kekuatan dalam iman mereka. Interaksi antar orangtua di Sekolah Luar Biasa (SLB) memberikan kesempatan bagi mereka untuk saling mendukung dan mendapatkan inspirasi dari pengalaman orangtua lainnya. Kegiatan pastoral gereja dapat menciptakan ruang bagi orangtua untuk berbagi pengalaman, memperkuat iman, dan merasa diterima oleh komunitas.

Pada aspek spiritual, iman menjadi pondasi kekuatan bagi banyak orangtua. Melalui kegiatan doa dan ritual keagamaan, orangtua memperoleh ketenangan batin dan penghiburan dalam menghadapi tantangan sehari-hari. Ketiga keuskupan secara rutin mengadakan misa khusus ABK dan orangtua mereka, juga misa inklusi. Gereja juga menyediakan kesempatan bagi orangtua untuk melibatkan anak dalam kegiatan keagamaan, sehingga mereka merasa diterima dan tidak merasa sendiri. Bagi banyak orangtua, pengalaman ini mengajarkan mereka untuk melihat makna yang lebih dalam dan memperkuat hubungan mereka dengan Tuhan, yang mereka anggap sebagai sumber kekuatan dalam setiap langkah hidup mereka.

Motivasi bagi para pelayan dan relawan anak berkebutuhan khusus di setiap keuskupan bersumber dari berbagai pengalaman hidup pribadi, latar belakang pendidikan, nilai spiritual, serta faktor sosial. Motivasi yang kuat ini juga selaras dengan nilai ajaran Katolik tentang kasih, kemanusiaan, serta komitmen untuk melayani sesama yang membutuhkan. Bagi para relawan, pelayanan kepada ABK bukan sekadar tanggung jawab moral, tetapi juga merupakan panggilan hidup yang memberi makna mendalam. Mereka merasakan bahwa dengan melayani ABK, mereka juga melayani Tuhan yang hadir dalam diri anak-anak ini.

Pada aspek behaviour, setiap keuskupan memiliki berbagai pelayanan namun tetap berlandaskan prinsip kasih dan inklusi. Di Keuskupan Agung Jakarta, komunitas-komunitas seperti Lovely Hands dan Sekolah Kasih Bunda menyediakan layanan terapi yang terjangkau dan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Terapi ini dilakukan oleh profesional dan terbuka bagi anak-anak lintas agama. Sebaliknya, di Keuskupan Surabaya, pelayanan sakramen difabel dilakukan dengan pendekatan top-down melalui Pastoral Difabel, di mana inisiatif pelayanan dimulai dari keuskupan dan disosialisasikan ke paroki-paroki. Di Keuskupan Bogor, Paroki Depok berusaha membangun komunitas pelayanan ABK dengan menggandeng komunitas dari Jakarta, seperti KOMPAK, sebagai langkah awal dalam membentuk layanan di paroki tersebut.

Ketiga keuskupan ini juga menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan sakramental bagi ABK. Melalui dukungan komunitas, ABK memiliki akses pada sakramen-sakramen seperti Komuni Pertama, Krisma, dan Pengakuan Dosa. Pelayanan ini diiringi dengan misa ABK dan inklusi yang melibatkan mereka sebagai bagian dari komunitas, sehingga mereka merasa diterima dan berharga. Upaya ini menegaskan komitmen Gereja Katolik untuk menciptakan lingkungan inklusif yang merangkul setiap anggotanya, terlepas dari kondisi fisik atau mental. 

Dukungan dari komunitas juga memainkan peran penting dalam memperkuat struktur pelayanan kepada ABK di ketiga keuskupan. Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bogor, dan Keuskupan Surabaya memberikan dukungan baik fisik maupun non-fisik bagi komunitas pelayanan. Dukungan fisik meliputi fasilitas ruang atau gedung, sedangkan dukungan non-fisik mencakup pengakuan dan partisipasi dalam struktur gerejawi yang formal. Komunitas pelayanan ini juga aktif membangun kolaborasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk para ahli di bidang psikologi dan terapi, guna memastikan layanan yang diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus dapat maksimal dan tepat sasaran.

Secara keseluruhan, penelitian ini mengungkapkan bahwa Gereja Katolik di Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bogor, dan Keuskupan Surabaya telah mengimplementasikan pelayanan yang tidak hanya berfokus pada kebutuhan spiritual, tetapi juga kebutuhan emosional dan sosial anak berkebutuhan khusus beserta keluarga mereka. Gereja berperan sebagai tempat perlindungan dan penerimaan yang membangun semangat kasih dan inklusi, yang secara nyata memberikan dampak positif bagi perkembangan psikologis, fisiologis, dan spiritual anak-anak berkebutuhan khusus. Melalui keterlibatan aktif komunitas-komunitas ini, Gereja Katolik mempertegas misinya untuk menciptakan komunitas yang inklusif, menghormati keberagaman, dan memperlakukan setiap individu dengan kasih yang tulus.