ASK
ME

REGISTER
NOW

Diskusi Hasil Survey Penelitian Inklusi Keuangan di Indonesia

11/12/2016 12:00:00 AM

Latar Belakang

 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir 2014 lalu telah mengeluarkan peraturan (No.19/POJK.03/2014) mengenai “Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai)”. Peraturan ini didahului berbagai persiapan yang cukup panjang, mulai dengan penyusunan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) pada Juni 2012 disusul pilot project pada 5 bank (PT Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank CIMB Niaga, PT Bank Tabungan Pensiun Nasional dan PT Bank Sinar Harapan Bali) dan 2 perusahaan telkom (PT Indosat Tbk) dan PT XL Axiata Tbk.) pada 2013. Dalam rangka pelaksanaan branchless banking tersebut, OJK juga sudah mengeluarkan Surat Edaran (No.6/SEOJK.03/2015).

 

Dalam rangka mendukung pelaksanaan laku pandai tersebut, BI juga telah menerbitkan aturan pelaksana PBI No. 16/8/PBI/2014  tentang Uang Elektronik, yaitu Surat Edaran (SE) BI No. 16/11/DKSP tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik dan SE BI No.16/12/DPAU tentang Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD) dalam Rangka Mendukung Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu.

Pada tahap awal pelaksanaan, dari 17 bank yang berkomitmen melaksanakan program Laku Pandai, ada empat bank yang sudah memenuhi syarat melaksanakan program tersebut, yaitu PT.Bank BRI (persero) Tbk., PT.Bank Mandiri (persero) Tbk., PT.Bank BCA Tbk., dan PT Bank BTPN. Ada berbagai prasyarat yang harus dipenuhi oleh bank untuk mengikuti progam laku pandai ini, diantaranya ketersediaan sarana infrastruktur seperti teknologi informasi yang menjangkau wilayah pelosok, memiliki sarana kantor cabang sebagian besar wilayah Indonesia, serta jumlah SDM yang mencukupi.

 

Pelaksanaan laku pandai di Indonesia memasuki babak baru yang penting. Sebagaimana ditunjukkan dalam berbagai studi, pelaksanaan laku pandai ini akan membantu memperbaiki akses keuangan sehingga berpotensi meningkatkan sektor produktif, khususnya dengan skala kecil (UMKM) yang pada gilirannya akan memperbaiki pula kualitas pertumbuhan ekonomi kita.

Mengingat pentingnya peran laku pandai tersebut, kami tim peneliti dari Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat (PKPM), Unika Atma Jaya, Jakarta telah melakukan survei inklusi keuangan terhadap 400 rumah tangga miskin yang produktif di 4 kota di Indonesia (meliputi Medan, Yogyakarta, Surabaya, dan Makasar) yang menghasilkan  beberapa temuan, yaitu:

  1. Mayoritas responden merupakan penjual makanan dan minuman, termasuk pedagang dan kelontong. Pendapatan rata-rata rumah tangga yang disurvey sekitar dua juta rupiah dan menghabiskan pendapatannya untuk pangan, transportasi dan edukasi
  2. Sebagian besar Responden umumnya melakukan pembayaran PDAM, PLN, telpon, dan pulsa tanpa melalui jasa bank dan langsung melalui agen.
  3. Sebagian besar responden mengatakan bahwa terdapat kantor cabang bank yang dekat dengan tempat tinggal mereka, namun hanya sedikit yang memiliki rekening bank dan memanfaatkan keberadaan bank.
  4. Alasan paling mendasar tidak memiliki rekening di bank adalah tidak memiliki uang.
  5. Sebagian responden tidak menggunakan layanan bank keliling.
  6. Sebagian besar responden telah memiliki kemampuan berhitung yang baik (numeracy), namun banyak responden yang tidak memiliki kemampuan memahami konsep bunga berbunga (compound interest), pemahaman inflasi (inflation), dan pemahaman daya beli riil uang (money illusion) yang cukup.
  7. Sebagian besar responden memiliki interaksi sosial yang tinggi dan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap bank, namun memiliki tidak memiliki rasa percaya terhadap orang lain.

 

Tujuan umum dari penelitian ini adalah merumuskan rekomendasi bagi para pengambil kebijakan dalam rangka memperbaiki kualitas kerangka regulasi serta kelembagaan, sehingga para penyedia layanan keuangan (supply side) bisa menawarkan produk yang bisa diterima oleh konsumen (demand side). Dengan kata lain, pelaksanaan laku pandai di Indonesia memiliki “bisnis model” yang solid (viable) sehingga bisa diharapkan membantu memecahkan persoalan yang lebih makro.

 

            Round Table Discussion (RTD) telah dilakukan pada tanggal 11 Februari 2016, dimana dihadiri oleh wakil dari berbagai bank komersial dan juga OJK dan Bank Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan pengembangan produk-produk Laku Pandai, setidaknya diperlukan beberapa hal berikut.

Pertama, layanan tabungan konvensional memang dipandang kurang relevan, dikarenakan rendahnya keinginan masyarakat untuk menabung di bank akibat alasan tidak adanya uang dalam jumlah besar untuk ditabung. Namun, jika perilaku menabung dilakukan secara rutin dan jumlah nominal tabungan kecil, sebagian besar responden merasa mampu menabung. Oleh karenanya, layanan tabungan yang sederhana sebagaimana BSA (basic savings account) telah terbukti secara empiris bersifat relevan dalam rangka pengembangan inklusi finansial.

 

Kedua, karena responden sebagian besar percaya kepada bank tetapi tidak percaya ke individu, maka aspek kelembagaan menjadi penting. Agen laku pandai, khususnya yang berasal dari perorangan, memerlukan atribut kelembagaan yang standar, sehingga kepercayaan masyarakat bahwa agen-agen tersebut merepresentasikan bank dapat diperkuat. Dalam hal ini pula, bank-bank penyelenggara Laku Pandai dapat mempunyai ruang untuk menjalin kerjasama dengan institusi lainnya (Kantor Pos, Minimarket, dll), sebab sebagian besar responden kurang mempercayai individu dan menjawab bahwa mereka mempunyai akses yang dekat dengan institusi usaha lain. Oleh karenanya, hybrid products terkait BSA juga dapat dikembangkan dengan kerjasama antara bank dan institusi lainnya.

Ketiga, sebagaian besar responden mempunyai tingkat optimisme tinggi dalam melihat masa depan. Dengan demikian, produk-produk investasi dapat diperkenalkan kepada masyarakat, sehingga produk Laku Pandai selain BSA dapat berkembang.

Pada akhirnya, sebagai sarana sosialisasi hasil riset dan rekomendasi kebijakan terhadap penelitian ini.

 

Seminar Hasil Riset akan dilaksanakan pada,

 

Hari, tanggal                : Senin, 14 Maret 2016

Waktu                            : 08.30 – 12.10

Tempat                          : Universitas Atma Jaya

                                         Auditorium  Yustinus Lantai 15

                                        Jalan Jenderal Sudirman 51 Jakarta