ASK
ME

REGISTER
NOW

Pemetaan Pandangan Para Pemangku Kepentingan Terhadap Kiprah Bank Dunia di Indonesia

8/15/2011 12:00:00 AM

Bank Dunia (BD) yang berdiri pada tahun 1944 bersama dengan Lembaga Moneter Internasional (International Monetary Fund atau IMF) termasuk dalam jajaran institusi Bretton Woods. Ada dua hal yang mendasari pendirian kedua lembaga tersebut. Pertama, kebutuhan konkrit untuk melakukan pembenahan fisik pasca-perang dunia II, terutama di kawasan Eropa yang porak-poranda akibat perang. Kedua, pemulihan ekonomi pasca Depresi Besar tahun 1930an. Secara sederhana, orientasi kerja kedua lembaga keuangan tersebut berbeda. Bank Dunia lebih berorientasi pada ”sektor riil” sementara IMF lebih berorientasi ke ”sektor finansial”. Secara khusus, Bank Dunia mengalami berbagai perubahan yang dinamis dari waktu ke waktu.

 

Pada masa awal pendiriannya, Bank Dunia sangat fokus pada persoalan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada perdagangan dan investasi. Namun pada fase berikutnya hingga sekarang, Bank Dunia secara eksplisit menyatakan perhatiannya pada persoalan kemiskinan. Visi penting Bank Dunia yang aktual adalah ”mempromosikan dunia tanpa kemiskinan”. Jika pada masa sebelumnya Bank Dunia menitikberatkan pada pola kemitraan (partnership) dengan negara-negara berpenghasilan menengah (middle-income countries), kini arahnya lebih pada negara-negara sedang berkembang (developing countries).

 

Bank Dunia merupakan sebutan ringkas dari Kelompok Bank Dunia (the World Bank Group), yang terdiri dari: International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), International Development Association (IDA), International Finance Corporation (IFC), serta Multinational Investment Guarantee Agency (MIGA).Pada fase awal pendiriannya, IBRD sangatlah dominan karena mempunyai misi utama untuk mendanai rekonstruksi negara-negara yang rusak pasca Perang Dunia II. Misi utama tersebut kemudian diperluas menjadi penegntasan kemiskinan, dan bantuan IBRD terfokus pada negara-negara berpenghasilan menengah. IDA adalah organ yang secara khusus menangani pinjaman jangka panjang dan hibah khusus unutk negara-negara miskin. Sumber dana IDA adalah kontribusi dari negara-negara kaya yang menjadi anggota Bank Dunia. Sedangkan IFC lebih fokus pada bantuan untuk meningkatkan keberlanjutan pembangunan perusahaan-perusahaan swasta yang ada di negara-negara sedang berkembang. Sementara MIGA lebih spesifik memberikan jaminan pada perusahaan-perusahaan yang melakukan investasi di negara-negara sedang berkembang, sehingga dengan adanya jaminan tersebut diharapkan bahwa investasi langsung dari negara maju di negara berkembang semakin meningkat. Setelah melewati lima puluh tahun berdiri, desakan dan kritikan atas keberadaan Bank Dunia semakin tajam.

 

Pada umumnya, kritik dan padangan terhadap keberadaan Bank Dunia lebih banyak memunculkan masalah daripada manfaat Bank Dunia bagi negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia, seiring dengan proses demokratisasi, kritikan Masyarakat Sipil (MS) terhadap keberadaan Bank Dunia juga semakin tajam. Pada umumnya masyarakat sipil beranggapan bahwa Bank Dunia lebih merupakan agen dari pelaku sektor swasta yang terfokus pada keuntungan, daripada agen yang benar-benar membantu mengentaskan kemiskinan di negara sedang berkembang Gugatan-gugatan tersebut tak pelak juga mendorong dilakukannya perubahan di tubuh Bank Dunia sendiri. Oleh karena itu, pandangan dari masyarakat sipil terhadap kerberadaan Bank Dunia di Indonesia juga bervariasi. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan ingin memperoleh gambaran mengenai konfigurasi pemahaman dan tanggapan masyarakat sipil di Indonesia terhadap keberadaan dan kiprah Bank Dunia, baik dari sisi paradigmanya maupun pilihan-pilihan kebijakan dan program yang dijalankan. Dari dokumen Country Partnership Strategy (2009 – 2012), terlihat bahwa pada periode tersebut perhatian utama Bank Dunia adalah pada peningkatan program pemerintah guna memperkuat lembaga. Hal ini berarti bahwa Bank Dunia di Indonesia lebih memfokuskan investasinya untuk memperkuat lembaga. Dengan demikian, semua bantuan teknis, layanan pemberian saran, dan layanan analitis, akan berfokus pada penguatan lembaga dan peningkatan efektivitas kelembagaan di tingkat pusat dan daerah.

 

Ada lima area keterlibatan inti bank Dunia di Indonesia yang mencakup bidang-bidang seperti: pembangunan sektor swasta, infrastruktur, pengembangan masyarakat dan perlindungan sosial, pendidikan serta kesinambungan lingkungan dan mitigasi bencana. Keputusan Bank Dunia untuk memfokuskan investasinya pada penguatan lembaga didasari oleh fakta bahwa pada tahun 2007, hampir separuh dari penduduk Indonesia berada pada garis kemiskinan. Sementara peluang kerja tidak lagi mampu menyerap pertumbuhan penduduk. Salah satu yang dinilai sebagai penyumbat “produktivitas” perekonomian Indonesia adalah rendahnya kualitas layanan publik. Dari berbagai kajian ditunjukkan bahwa kelemahan perekonomian Indonesia berada di seputar area birokrasi, kesehatan masyarakat dan infrastruktur. Perhatian Bank Dunia pada lima isu pokok tersebut di atas tercermin dari data 75 proyek yang aktif yang tersebar di berbagai isu tersebut. Yang paling banyak dukungan adalah pengembangan ekonomi melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Terkait isu buruh migran, perhatian Bank Dunia cukup besar, yang ditunjukkan dengan beberapa Working Paper dan Newsletters dengan tema besar literasi keuangan. Dalam hal ini, Bank Dunia melihat migrasi tenaga kerja sebagai potensi ekonomi yang menghasilkan remitensi.