ASK
ME

REGISTER
NOW

Pemberlakuan Dan Implikasi Hukum Status Bencana Nasional Covid-19

5/20/2020 12:00:00 AM

Pada Selasa, 19 Mei 2020, FH Unika Atma Jaya melangsungkan Webinar dengan topik “Pemberlakuan dan Implikasi Hukum Status Bencana Nasional Covid-19”. Menghadirkan, Dr. Raditya Jati, S.Si., M.Si, selaku Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi BNPB. Kemudian, Dr. Sonya Claudia Siwu, S.H., M.H., LL.M, yang merupakan ahli Perppu dan Tata Negara dari Universitas Surabaya. Serta menghadirkan dua dosen tetap FH Unika Atma Jaya, yakni Paulus Wisnu Yudoprakoso, S.H., M.H yang merupakan kepala bagian peminatan Hukum Tata Negara, dan Dr. Natalia Yeti Pusputa, S.H., M.Hum yang merupakan kepala bagian peminatan Hukum Internasional FH Unika Atma Jaya. Webinar tersebut dipandu oleh Fachrudin Sembiring S.H., M.H., selaku dosen FH Unika Atma Jaya.

 

Dalam pemaparannya, bapak Raditya Jati menjelaskan bahwa per 1 Januari hingga 18 Mei 2020 saja, telah terjadi 1.296 total bencana. Bila merujuk pada kebencanaan alam, Indonesia memiliki resiko kerentanan yang sangat tinggi, sebagai contoh fenomena kenaikan air laut dan banjir. Oleh karena itu, BNPB selaku institusi negara yang khusus untuk menanggulangi aspek kebencanaan memiliki road map kerja yang dikenal dengan “7 Target Global SFDRR (Sendai Framework for DRR 2015-2030)” dengan tujuh prioritas kerja yang dibagi menjadi upaya pengurangan dan upaya peningkatan. Perihal upaya pengurangan, BNPB berusaha untuk mengurangi kerusakan infrastruktur, jumlah kerugian, jumlah penduduk terdampak, dan kematian akibat fenomena kebencanaan. Sedangkan upaya penigkatan, BNPB berupaya terus untuk mengingkatkan ketersediaan informasi, kerjasama internasional, dan peningkatan strategi baik nasional maupun lokal.

 

Perihal Covid-19, pemerintah telah menetapkan bahwa Covid-19 merupakan bencana nonalam. Covid-19 merupakan hal yang baru dengan gejala-gejala serta penanganan yang baru pula. Sebagai tambahan, bapak Raditya Jati mengatakan bahwa tidak ada negara yang siap dengan pandemi ini. Sehingga, peran pemerintah, lembaga swasta, akademisi, dan masyarakat sangat diperlukan dalam hal inovasi penanganan Covid-19.

 

Perihal status kebencanaan nasional, dipaparkan oleh bu Sonya Claudia, diperlukan perspektif Hukum Tata Negara Darurat (Staatsnoodrecht) untuk menganggulangi Covid-19. Pandemi Covid-19 dianggap dapat memenuhi unsur Keadaan Bahaya (Pasal 12 UUD NRI 1945) ataupun hal ikhwal kegentingan memaksa (Pasal 22 UUD NRI 1945). Presiden dianggap sebagai pihak yang mempunyai kekuasaan perihal keadaan darurat. Keadaan darurat juga dapat ditafsirkan sebagai situasi abnormal. Maka dari itu, diperlukan hukum dan segenap aturan yang abnormal pula. Ukuran kegentingan hukum yang abnormal dimaksud, ditujukan untuk memenuhi aspek penting dalam kehidupan bernegara. Yakni, Hak Asasi Manusia, Proposionalitas, dan Solus Populi Suprema Lex (kesalamatan rakyat merupakan hukum tertinggi dari suatu negara”.

 

Dari perspektif Hukum Tata Negara yang lain, pak Paulus Wisnu mengatakan bahwa, pertanggungjawaban negara dalam menganggulangi Covid-19 sangat diperlukan. Yang mana, mencakup harmonisasi dan integrasi pusat dan daerah. Rujukan pertanggungjawaban tersebut merujuk pada pembentukan Konstitusi negara, yang secara filosofis dibentuk berdasarkan teori perjanjian sosial, atas kehendak rakyat untuk mengamatkan hak dan kewajibannya pada suatu dasar negara. Tanggung jawab tersebut juga dapat dilihat dari pembukaan UUD NRI 1945, yang menyatakan “..melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum...”. UU tentang Wabah Penyakit Menular, UU tentang Penangulangan Bencana, dan UU tentang Kekarantinaan Kesehatan, merupakan instrumen hukum yang dapat dijalankan oleh negara untuk menangani Covid-19 dengan tujuan melindungi harkat dan martabat serta kehidupan warga negara.

 

Dari perspektif Hukum Internasional, bu Natalia Yeti, mengatakan bahwa, penangan Covid-19 merupakan hubungan hukum antara Status Kebencanaan Indonesia, lembaga internasional (WHO) dan bantuan internasional. WHO selaku organisasi internasional yang bertanggung jawab atas keberlangsungan fenomena kesehatan di dunia. Tentu saja, memiliki personalitas hukum untuk mengupayakan segala bentuk antisipasi pengangan suatu wabah, epidemi, hingga pandemi. Banyak peraturan hukum yang ada di WHO yang pada umumnya digunakan sebagai upaya-upaya mitigasi kebencanaan kesehatan. Seperti Public Health Emergency of Inernational Concern/ PHEIC, International Health Regulation/ IHR, Declaration, dan Recommendation. Perihal kebencanaan di Indonesia, dengan ditetapkannya Covid-19 sebagai bencana nasional. Maka, Indonesia bisa membuka diri untuk menerima bantuan internasional hingga melakukan kerjasama internasional. Namun, yang perlu diperhatikan tentang bantuan internasional adalah, sejauh mana hal tersebut berpengaruh terhadap kedaulatan negara yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Perlu ditegaskan bahwa bantuan internasional justru kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya ketika sumber daya dalam negeri dianggap tidak memadai. Dengan ketentuan, Indonesia tetap memegang kendali atas distribusi dan penggunaannya.