Pandemi Covid-19 mengubah tatanan masyarakat dunia. New Normal, atau kini adaptasi kebiasaan baru, adalah pola hidup baru dengan memperhatikan protokol kesehatan. Protokol kesehatan seperti jaga jarak, memakai masker, menghindari kerumunan, kerap mencuci tangan, olah raga teratur, dan makan makanan bergizi.
Salah satu makanan sehat dan bergizi untuk dikonsumsi pada masa ini adalah tempe. Seberapa efektifkah peran tempe dalam menjaga kesehatan tubuh dan otak di masa new normal ini?
Seperti yang kita ketahui bakteri memiliki peran yang penting bagi kekebalan tubuh manusia. Bakteri amat mempengaruhi apa yang menjadi fungsi normal tubuh manusia. Tiap makanan yang kita konsumsi, pasti mengandung bakteri baik dalam kondisi mati atau hidup, memberikan semacam pelatihan bagi sistem kekebalan tubuh tiap orang.
Masyarakat Indonesia sendiri sebetulnya telah lama mengandalkan bakteri untuk fermentasi berbagai hidangan khas Nusantara. Sebut saja tape singkong, tape ketan, dadih, sayur asin. Tempe yang adalah fermentasi kedelai, juga lama dikenal sebagai hidangan khas Indonesia yang telah mendunia dengan sejuta manfaatnya.
Kualitas tempe sendiri ditentukan oleh mikroorganisme yang ada didalamnya. Mikroorganisme pada tempe memiliki cita rasa yang berbeda yang membuat cita rasa tempe tidak selalu sama. Dalam seminar online bertajuk Peran Tempe di Masa New Normal, Prof. Ir. Antonius Suwanto, Ph.D menyebut selain harganya yang terjangkau, nilai lebih dari tempe ialah sifatnya sebagai fermentasi kedelai yang dapat dikonsumsi tidak terbatas dibanding dengan fermentasi sejenis seperti miso, soy sauce, atau kecap asin. Kandungan probiotik dan paraprobiotik yang kaya disebut baik bagi sistem pencernaan dan kekebalan tubuh manusia.
Dekan Fakultas Teknobiologi UAJ tersebut menyebut bahwa konsumsi tempe dapat menambah jumlah bakteri baik (beneficial bacteria) yang hidup dalam sistem pencernaan manusia. Dalam konteks proteksi diri saat adaptasi kebiasaan baru, imunitas menjadi proteksi utama untuk hidup berdamai bersama dengan Covid-19.
“Tempe kaya akan prebiotik dan paraprobiotik. Jadi (tempe) penting sebagai makanan untuk kita hidup dengan virus corona. Kita tidak bisa bicara tempe sebagai obat, ini makanan sehari-hari yang rakyat kecil pun bisa ikut (konsumsi),” ujarnya dalam seminar online, pada Sabtu (11/6/2020).
Mengulas mengenai tempe dan kesehatan otak, Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S., menyebut tempe memiliki kandungan nutrisi yang sangat baik untuk fungsi otak. Penelitian yang dilakukan pada lansia menunjukkan bakteri yang terkandung dalam tempe dapat meningkatkan fungsi kognitif pada lansia. Ia memaparkan hasil studi menunjukkan konsumsi tempe yang dilakukan pada lansia berusia rata-rata 67 tahun membuktikan memiliki kualitas daya ingat yang lebih baik.
Bahkan lebih dini, nutrisi yang baik juga dibutuhkan calon bayi untuk menentukan pertumbuhan dalam fase kehidupannya. Ahli menjelaskan mikrobiota memiliki peran dalam menentukan kesehatan kandungan atau nutrisi dari makanan yang diterima oleh tubuh manusia. Tempe memiliki kandungan nutrisi yang baik bagi pencernaan dan tubuh manusia.
“Usus dengan otak kita terkait erat saraf, neuroendrocrine system, dan hari ini dengan makhluk kecil yang disebut mikrobiota,”
Dokter Yuda menjelaskan hasil penelitian menjelaskan mikrobiota yang ditemukan dalam saluran pencernaan memiliki kaitan erat dengan fungsi-fungsi otak, dalam pengertian mempengaruhi perilaku, stress, anxietas, dan depresi.
“Dalam konteks kesehatan otak penting bagi kita untuk meningkatan faktor protektif, salah satunya pada aspek nutrisi. Tempe merupakan salah satu stimulan untuk kesehatan otak kita,” ujar dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UAJ tersebut.
Pada 2019 lalu, Fakultas Teknobiologi meresmikan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tempe (P3T). Pusat riset ini diharapkan dapat sumber penelitian tempe dan bakteri pembentuknya, dan melestarikan budaya khas Indonesia bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan kesehatan hidup masyarakat Indonesia. Hingga kini masih ada black box mikroorganisme pada fermentasi tempe, apa saja jenisnya, keragamannya dan perannya pada kualitas dan cita rasa tempe.
Saat ini baru ditemukan kurang lebih 10% spesies mikroorganisme pada tempe yang dapat dikulturkan. Masih ada 90% mikroorganisme lainnya yang belum dapat dikultur yang juga berperan dalam menentukan kualitas tempe. Tempe sendiri sebagai makanan tradisional asli Indonesia telah memiliki kode Standarisasi Nasional Indonesia (SNI 3144:2015) dan standar internasional Codex (CODEX STAN 313R:2013) yang membuka peluang promosi tempe ke dunia internasional sebagai makanan khas Indonesia bergizi tinggi.
Selain P3T, FTb UAJ juga meluncurkan Pusat Riset Rempah Indonesia yang diharapkan menjadi sumber kajian utama bagi kekayaan rempah endemic Indonesia. Kedua pusat riset ini nantinya diharapkan dapat menjadi saluran untuk mengalokasi perkembangan dan perubahan tantangan yang harus dijawab, melalui penyesuaian dan pengembangan konsep baru untuk lebih efektif menjawab tantangan tersebut. (HCR)