JAKARTA
– Stunting pada balita di Indonesia masih
cukup tinggi, berkisar antara 8 - 35.3%, dan wilayah di timur Indonesia
merupakan area dengan prevalensi tinggi. Namun kompleksitas stunting itu
sendiri tidak dapat ditinjau dari satu disiplin ilmu. Diperlukan kolaborasi
interdisipliner untuk menemukan solusi yang komprehensif bagi permasalahan yang
ada di masyarakat.
Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya melalui kegiatan Pengabdian kepada Maysarakat (PkM), kunjungi beberapa lokasi di Kabupaten Sumba Barat Daya, pada 10-16 September 2023.
Kegiatan tersebut melibatkan lintas disiplin ilmu yaitu kegiatan kesehatan yang digawangi oleh Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), kegiatan literasi oleh Fakultas Pendidikan dan Bahasa (FPB) dan kegiatan capacity building oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).
Tidak hanya kolaborasi antar fakultas, tim PkM Unika Atma Jaya juga berkolaborasi dengan akademisi setempat dari Universitas Katolik Weetebula, Klinik Karitas Homba Karipit, serta didukung oleh pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya.
Kompleksitas stunting di daerah Sumba Barat Daya menjadi fokus dari kegiatan PkM pada kesempatan ini. Tim PkM Unika Atma Jaya menyambangi SDN Hameli, Desa Hameli Ate, untuk mengungkap masalah serikus yang berkaitan dengan kesehatan anak-anak di daerah tersebut.
Untuk mengidentifikasi dan mengkaji status gizi anak-anak serta profil higienitas, tim PkM melakukan serangkaian kegiatan yaitu dengan melakukan pengumpulan data siswa, wawancara memalui kuesioner, penyuluhan, dan pengobatan kecacingan.
Literasi mengenai stunting pun dijalankan juga di dua sekolah dasar lainnya, yaitu SDN Lendo Ngara dan SD Masehi Waimangura. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat literasi dan meningkatkan pemahaman siswa dan guru sekolah dasar.
Pentingnya literasi terkait stunting merupakan upaya mendorong Sustainable Development Goals (SDGs) dalam konteks Good Health and Wellbeing. Faktor-faktor yang menjadi penyebab stunting seperti tingkat ekonomi rendah, pendidikan yang kurang, higienitas-akses air bersih-sistem sanitasi yang buruk dan iklim tropis dapat meningkatkan risiko kecacingan.
Kecacingan memiliki dampak yang serius seperti kontribusinya terhadap kejadian stunting dan anemia. Setidaknya seperempat dari populasi dunia terdampak oleh kecacingan. Terdapat empat jenis cacing usus yang sering menginfeksi manusia yaitu cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang dan cacing benang. Mirisnya, anak-anak dan orang dewasa dengan populasi tertentu memiliki resiko lebih tinggi terinfeksi cacing usus tersebut.
Kegiatan pelayanan kesehatan diikuti oleh 185 siswa. Hasil pemeriksaan mikroskopis dengan metode yang disarankan WHO yaitu Kato-katz, menunjukkan bahwa 57.3% siswa terinfeksi setidaknya oleh salah satu jenis cacing usus. Pengkajian nutrisi, menunjukkan bahwa 50.96% anak memiliki gizi buruk atau kurang dan sebanyak 38.65% anak menderita anemia ringan hingga sedang.
Pada akhir kegiatan seluruh siswa yang hadir di sekolah mendapatkan pengobatan kecacingan dengan Albendazole 400mg. Perlu adanya intervensi ekstra selain program pengobatan kecacingan untuk menekan infeksi kecacingan misalnya saja dengan perbaikan higienitas, akses air bersih, dan sistem sanitasi. Hal tersebut berkaca dari program yang disarankan oleh WHO yaitu WASH (Water Access Sanitation and Hygiene), secara langsung hal ini mendukung keberlangsungan SDGs ke-6 yaitu Clean Water and Sanitation.
Kegiatan literasi menunjukkan bahwa strategi literasi di tiga sekolah dasar yang menjadi mitra masih pada tataran mengondisikan lingkungan fisik ramah literasi. Hal ini terlihat dari kreativitas guru yang menempelkan media huruf, suku kata, dan kata pada dinding kelas serta menyediakan kartu huruf dan kartu kata di kelas. Namun, media yang ada di kelas belum maksimal digunakan guru untuk mengajar, membaca, dan menulis.
Selain
itu, dua strategi literasi lainnya, yaitu mengupayakan lingkungan sosial dan
afektif serta mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat
belum dilaksanakan di tiga sekolah tersebut. Diperlukan evaluasi berkelanjutan
untuk mendapatkan hasil yang optimal dan selanjutnya kegiatan literasi berbasis
topik kesehatan terutama stunting baik dengan Bahasa Indonesia maupun bahasa
lokal (bahasa ibu) menjadi langkah yang baik.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran bagi sekolah, tim PkM Unika Atma Jaya melengkapi kegiatan dengan melakukan FGD (Focus Group Discussion) dan pelatihan bagi kepala sekolah dari 30 sekolah di bawah naungan YAPNUSDA (Yayasan Pendidikan Nusa Cendana).
Kegiatan
tersebut bertujuan untuk meningkatkan tata kelola keuangan sekolah dan
mengembangkan kompetensi kepemimpinan di lingkungan sekolah. Sekolah yang melek
secara ekonomi dinilai akan menjadi faktor pendukung dalam kontribusinya
menyelesaikan permasalahan di daerah tersebut, salah satu yang sedang diangkat
adalah stunting.
Seluruh
rangkaian kegiatan menjadi langkah awal yang baik unntuk memahami masalah
kesehatan yang dihadapi anak-anak di Kabupaten Sumba Barat Daya. Data yang
dikumpulkan pada kesempatan ini dapat menjadi referensi pihak terkait dalam
merancang program-program kesehatan yang lebih efektif dan intervensi yang
tepat.
Sebagai bentuk kepedulian dan melalui upaya bersama antara akademisi dan masyarakat diharapkan permasalahan seputar stunting pada anak-anak di Sumba Barat Daya dapat diatasi dengan lebih baik. Sehingga kegiatan PkM dapat membawa manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat di Kabupaten Sumba Barat Daya.