ASK
ME

REGISTER
NOW

LAUDATO SI’ Seruan Paus Fransiskus untuk Merawat Bumi, Rumah Kita Bersama

08/16/2024 00:00:00



Laudato Si’ berbicara tentang “Perawatan Rumah Kita Bersama”. Ensiklik Laudato Si' merupakan buah pikir Paus Fransiskus yang terinspirasi dari  Santo Fransiskus Assisi dengan makna “Terpujilah Engkau, Tuhanku”. Seruan Santo Fransiskus Assisi ini, mengingatkan kita bahwa alam semesta, Rumah Kita Bersama ini, bagaikan Ibu Pertiwi, yang menopang dan mengasuh kita, serta menumbuhkan berbagai buah-buahan, bunga warna-warni dan rerumputan. Melalui alam, Allah telah berbicara dan memberi kita selayang  pandang tentang keindahan dan kebaikan tanpa batas dari-Nya. 


Namun, Ibu pertiwi kini sedang berduka, menjerit karena ulah manusia tak bertanggung jawab. Manusia menyalahgunakan kekayaan alam yang Tuhan Allah percayakan kepadanya. Karena itu Paus Fransiskus menyerukan ajakan untuk melindungi rumah kita bersama dengan menyatukan semua keluarga manusia dalam upaya pembangunan yang berkelanjutan dan integral. Paus Fransiskus optimis bahwa manusia masih memiliki potensi dan daya untuk bekerja sama dalam membangun rumah kita bersama.


Paus Fransiskus mengingatkan kaum muda untuk berani melakukan perubahan gaya hidup karena mereka merupakan agen perubahan untuk membangun masa depan yang lebih baik. Langkah awal yang perlu diambil menurut Paus adalah dialog tentang pembentukan masa depan planet kita. Dialog tersebut perlu melibatkan semua pihak karena tantangan lingkungan dan akar manusianya merupakan  keprihatinan bersama. Saat ini, gerakan ekologi di seluruh dunia telah membuat sebuah kemajuan besar dan berhasil membentuk berbagai organisasi yang berkomitmen dalam meningkatkan kesadaran terhadap tantangan-tantangan tersebut. 


Akan tetapi, tantangan yang sebenarnya adalah menghadapi perlawanan dari mereka yang kuat, tidak peduli, pasrah, acuh tak acuh, menyangkal adanya masalah lingkungan, dan percaya buta terhadap penyelesaian teknis. Paus berkata bahwa saat ini kita membutuhkan solidaritas baru dan universal, “Bakat dan komitmen setiap orang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh manusia yang menyalahgunakan ciptaan Allah”. Kita semua dapat bekerja sama sebagai instrumen Allah untuk melindungi keutuhan ciptaan, sesuai dengan budaya, pengalaman, prakarsa, dan bakatnya masing-masing.


Perlu di garis bawahi, banyak aspek yang harus  diarahkan kembali, terutama perubahan pada umat manusia. Perubahan tersebut meliputi kesadaran pada asal kita bersama, rasa saling memiliki, dan masa depan yang harus dibagi dengan semua makhluk. Kesadaran mendasar ini mendukung pengembangan keyakinan, sikap, dan bentuk kehidupan yang baru.


Dewasa ini, manusia terjangkit gaya hidup konsumerisme, yaitu orang yang terjebak dalam lingkaran pembelian dan konsumsi hal-hal yang tidak perlu. Para konsumeris ini belum menemukan identitas dan citra diri baru yang dapat mengarahkan hidupnya. Kurangnya identitas diri ini menjadi pangkal kecemasan orang tersebut. Orang  dengan sifat konsumerisme cenderung menjadi egois, artinya orang tersebut terpusat pada dirinya sendiri, menutup diri dalam pikirannya sendiri, dan keserakahan mereka meningkat. Semakin kosong hati orang, semakin besar kebutuhannya atas barang-barang  untuk dibeli, dimiliki, dan dikonsumsi. 


Kerusakan lingkungan menantang kita memeriksa kembali gaya hidup saat ini. Piagam Bumi telah mengundang kita untuk meninggalkan masa penghancuran diri dan memulai suatu masa baru. Pesan Paus Fransiskus, “Mari kita membuat zaman kita diingat dalam Sejarah karena bangkitnya penghormatan baru untuk kehidupan, tekad kuat untuk mencapai keberlanjutan, peningkatan perjuangan demi keadilan dan perdamaian, serta perayaan kehidupan yang penuh sukacita”. 


Menurut Paus Fransiskus, “Kita selalu dapat mengembangkan kemampuan baru untuk keluar dari diri sendiri menuju yang lain. Tanpa itu, kita tidak mengakui nilai intrinsik makhluk lain, kita tidak memiliki kepedulian untuk melindungi sesuatu demi orang lain, kita tidak memiliki kemampuan untuk membatasi diri demi menghindari penderitaan atau kerusakan lingkungan kita.” Sikap dasar untuk melampaui diri dengan mendobrak pikiran tertutup dan keterpusatan pada diri sendiri adalah akar penyokong pelimpahan perhatian kepada orang lain dan lingkungan yang menimbulkan tanggapan moral guna menghitung dampak setiap tindakan dan keputusan pribadi kita terhadap dunia sekitar kita.


Ketika kita mampu mengatasi sifat individualisme, gaya hidup alternatif dapat benar-benar dikembangkan dan perubahan besar dalam masyarakat menjadi mungkin terwujud. Pada akhirnya, tolok ukur keberhasilan dan kemajuan masyarakat tidak hanya berdasarkan kemajuan material yang menjadi obsesi kaum konsumerisme. Namun, tolok ukurnya adalah kualitas kehidupan yang dicapai dengan menjamin kehidupan ekologis, sosial-budaya, dan ekonomi secara proporsional. Gaya hidup yang dibangun tidak lagi didasarkan pada produksi dan konsumsi yang berlebihan, namun pada apa yang disebut Arne Naess sebagai “simple in means, but rich in ends,” dan bukan having more tapi being more.

Oleh: Drs. Rodemeus Ristyantoro M.Hum