FGD tentang Pelindungan Data Biometrik dalam Penggunaan Extended Reality (XR) untuk Industri Pariwisata
Jakarta, 9 Agustus 2023 - Dalam dunia teknologi yang terus berkembang pesat, Extended Reality (XR) telah muncul sebagai inovasi yang menarik dan transformatif dengan potensi besar di berbagai industri. Di antara berbagai aplikasi potensial XR, sektor pariwisata di Indonesia telah menunjukkan minat yang signifikan. Seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan XR dalam pariwisata, pelindungan data biometrik menjadi perhatian penting.
Peneliti dari Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) mengenai "Pelindungan Data Biometrik dalam Penggunaan Extended Reality (XR) di Indonesia", Selasa (25/07). Acara FGD ini menghadirkan sejumlah ahli, diantaranya adalah Prof. Dr. Sinta Dewi Rosadi, S.H., M.H., Prof. Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, S.H., M.H., serta Hendri Sasmita Yuda, Koordinator Tata Kelola Pelindungan Data Pribadi, Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia.
Turut hadir praktisi dan advokasi, seperti Shaanti Shamdasani, pendiri & CEO Strategic ASEAN International Advocacy & Consultancy (SAIAC), Shevierra Danmadiyah Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Parasurama Pamungkas Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Davin Giovannus, S.H., M.H. dari Situmorang, Raharja & Associates, dan Eugenius Kau Suni mewakili Pengguna. Para narasumber ini hadir untuk berdiskusi, memahami dan menggali topik mengenai privasi data dalam konteks implementasi Extended Reality (XR) di sektor pariwisata di Indonesia.
FGD ini merupakan bagian dari penelitian bertemakan "Pelindungan Data Biometrik dalam Penggunaan XR di Indonesia" yang didanai dengan Hibah DRTPM Kemendikbudristek Tahun Anggaran 2023. Penelitian ini digagas dan dipimpin oleh Dr. jur. Sih Yuliana Wahyuningtyas, S.H., M.Hum dan beranggotakan Dr. Yerik Afrianto Singgalen, M.Si., M.Kom, Stephen Aprius Sutesno, Konrardus Elias Liat, S.H., M.H., dan Antonius Bayu, S.H..
Pelindungan data biometrik dalam XR masih relatif baru dan memerlukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan implementasi teknologi ini dilakukan secara bertanggung jawab dan etis. FGD ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman secara menyeluruh mengenai tantangan dan peluang terkait XR dalam konteks pariwisata Indonesia, sekaligus mengatasi isu-isu kritis yang terkait dengan pelindungan data pribadi.
Saat ini, penggunaan XR dalam pariwisata di Indonesia belum secara spesifik diatur dalam suatu regulasi khusus melainkan masih beroperasi di bawah payung Undang-Undang No. 27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Mengingat relatif baru nya XR dalam sektor ini, regulasi khusus yang berkaitan dengan XR masih belum ada. Oleh karena itu, FGD ini hadir pada saat yang krusial untuk mengeksplorasi dan membentuk kerangka kerja dan panduan potensial dalam melindungi data biometrik di dalam ranah XR.
Acara FGD dibuka dengan paparan dari tim peneliti yang memaparkan tujuan penelitian, termasuk bagaimana memastikan hak pengguna atas kendali terhadap data biometrik mereka, terutama terkait dengan XR. Selain itu, tim peneliti berusaha memicu diskusi mengenai pengaturan data spesifik yang sudah ada dalam pasal 4 ayat 2 huruf b UU PDP, namun dianggap perlu untuk memberikan pendalaman lebih lanjut baik dari sisi regulasi maupun penelitiannya. Tim juga memaparkan secara ringkas cara kerja pemrosesan data biometrik dan memberikan contoh nyata penggunaan facial recognition oleh PT KAI untuk memverifikasi penumpang yang akan masuk ke dalam peron.
Prof. Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, S.H., M.H., menyampaikan paparannya yang mengamati perkembangan teknologi yang masif sejalan dengan penggunaan data biometrik yang semakin meluas. Baliau menekankan pentingnya pembuatan peraturan turunan dari Undang-Undang PDP dan menerapkan asas minimum disclosure dalam pelindungan data pribadi. Selain regulasi, perlu ada rekomendasi dari perusahaan teknologi untuk memberikan pelindungan tambahan melawan ancaman siber terhadap data pribadi.
Sejalan dengan Prof. Supancana, Prof. Dr. Sinta Dewi Rosadi, S.H., M.H., memberikan pandangan berharga mengenai praktik terbaik untuk melindungi data biometrik dalam aplikasi XR. “Ketika kegiatan bisnis telah berjalan, mitigasi risiko sering kali diabaikan, bahkan pengguna tidak memahami risiko yang mungkin timbul. Oleh karena itu, Undang-Undang PDP yang secara umum mengatur pelindungan data harus dilengkapi dengan aturan turunan yang mengatur manajemen pelindungan data biometrik,” tambah Prof. Sinta.
Di sisi lain, pentingnya inklusivitas dalam peraturan pelaksanaan menjadi perhatian Hendri Sasmita Yuda. Beliau memahami pentingnya aturan turunan dan pelaksana dari Undang-Undang PDP. Kehadiran beliau juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengatasi aspek regulasi dengan mengakomodasi beragam masukan dari semua pemangku kepentingan, termasuk akademisi.
Sementara dalam perspektif konsultan, Shaanti Shamdasani dalam paparannya menekankan prinsip utama untuk mengatur diri sendiri guna melindungi data pribadi kita. Meskipun mengakui pentingnya undang-undang, beliau menyoroti perlunya pelindungan diri secara mandiri.
Diskusi berkembang pada definisi data sensitif dan negara-negara mana yang memiliki aturan serta mendefinisikan data sensitif tersebut yang dijelaskan oleh Parasurama Pamungkas. Beliau juga menekankan kaitannya dalam topik ini, terutama ketika anak-anak menjadi pengguna XR, apakah anak-anak tersebut dapat memberikan persetujuan. Hal ini menjadi perhatian penting dalam konteks pembahasan ini.
Keprihatinan tentang pelindungan data biometrik yang berpotensi menimbulkan bias dan diskriminasi diungkapkan oleh Shevierra Danmadiyah. Ia juga menggaris bawahi pentingnya mengkaji hubungannya dengan isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), terutama karena korban KBGO sering kali dari kelompok rentan. Pertimbangan mengenai perlunya Data Protection Officer (DPO) juga diungkapkan terkait dengan pengumpulan data biometrik.
Sebagai pengguna XR, Eugenius Kau Suni, turut memberikan tanggapan dalam FGD bahwa pengguna kadang-kadang kurang memperhatikan pentingnya persetujuan dan jenis data yang diambil dalam menggunakan suatu aplikasi. Hal ini menggambarkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelindungan data pribadi.
Kegiatan kolaboratif ini mendorong semua pemangku kepentingan untuk berkontribusi secara aktif dan konstruktif, menciptakan lingkungan yang memungkinkan pertukaran ide dan solusi. Dengan menghadirkan para ahli, pejabat pemerintah, masyarakat sipil dan lembaga swadaya masyarakat, praktisi hukum, dan pengguna, FGD ini bertujuan untuk menyiapkan rencana aksi untuk penggunaan XR yang bertanggung jawab di sektor pariwisata Indonesia, yang mengutamakan privasi data dan hak-hak pengguna.
Pertukaran gagasan dan pandangan selama FGD telah membuka jalan bagi kerangka kerja dan panduan potensial guna menjamin penggunaan XR yang bertanggung jawab dan etis di Indonesia. Ketidakhadiran regulasi khusus mengenai XR dalam pariwisata diakui, dan peserta secara bersama-sama menyepakati perlunya langkah-langkah proaktif untuk melindungi data biometrik.