Jakarta, 19
September 2024 – Universitas Katolik Indonesia (UNIKA) Atma Jaya
menggelar Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion - FGD) dengan tema
"Perlindungan Data Pribadi Untuk Portabilitas Data Biometrik Dalam
Teknologi Imersif" di Hotel Mangkuluhur Artotel Suites, Jakarta. Diskusi
ini dihadiri oleh berbagai pakar dari kementerian, lembaga independen, dan
profesional keamanan siber yang berperan penting dalam pengembangan kebijakan
perlindungan data di Indonesia.
FGD ini dipimpin oleh Dr. jur. Sih
Yuliana Wahyuningtyas, S.H., M.Hum., yang memaparkan penelitian terkait
portabilitas data biometrik dalam teknologi imersif. Beberapa pakar yang turut
memberikan pandangannya antara lain Bapak Arif Wahyudi dari Kementerian
Komunikasi dan Informatika, Bapak Rifan Ardianto dari Kementerian Perdagangan
RI, Ibu Shevierra Danmadiyah dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi
Peradilan (LeIP), Bapak Parasurama Pamungkas dari Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM), Bapak Fransiscus Xaverius Taro, seorang Cyber Security
Evangelist, serta Bapak Eugenius Kau Suni, seorang pengguna teknologi dan akademisi.
Tim Peneliti memaparkan isu-isu
mendalam terkait portabilitas data biometrik, termasuk definisi portabilitas
data, jenis data yang harus dapat dipindahkan, serta perlindungan privasi saat
menjalankan hak portabilitas. Beberapa hal yang dibahas mencakup konsep
portabilitas data, dasar hukum yang relevan seperti GDPR dan peraturan
pemerintah Indonesia yang akan datang, serta pihak-pihak yang terlibat seperti
pengguna yang meminta, pengguna yang tidak meminta, entitas pengirim, dan
entitas penerima. Jenis transfer data juga menjadi perhatian, meliputi transfer
terbuka, bersyarat, dan kemitraan.
Data biometrik memiliki kelebihan
dalam hal identifikasi dan keamanan, tetapi harus diatur dengan ketat untuk
melindungi privasi individu. Perdebatan hukum di Uni Eropa mengenai hak
portabilitas data, hak asasi manusia, dan hak kepemilikan menunjukkan bahwa hak
kepemilikan data tidak otomatis berpindah ke penerima. Pertimbangan juga
diperlukan untuk jenis data yang dapat dipindahkan dan apakah social graphs
termasuk di dalamnya. Aspek utama dalam portabilitas data biometrik mencakup
interoperabilitas, keamanan, dan keaslian data, dengan Zero Trust Architecture
sebagai solusi potensial.
Para peserta membahas secara
mendalam isu-isu yang berkaitan dengan portabilitas data biometrik, termasuk
pentingnya menjaga keamanan dan keaslian data saat data tersebut dipindahkan
antar platform. Dalam pembahasan terkait portabilitas data pribadi, beberapa
aspek penting diungkapkan. Data pribadi yang dapat dipindahkan meliputi
informasi yang diberikan langsung oleh subjek data, seperti data lokasi dari
perangkat seperti jam Garmin, serta data yang diperoleh selama interaksi dengan
platform. Namun, data yang telah dianalisis, seperti tingkat stres yang diolah
algoritma, menghadapi tantangan akurasi saat dipindahkan, terutama jika sensor
berbeda digunakan di platform lain. Oleh karena itu, interoperabilitas menjadi
faktor penting dalam menjaga integritas data selama proses portabilitas.
Poin penting lainnya adalah bahwa
data avatar yang dihasilkan dari pemindaian wajah, misalnya, tidak termasuk
dalam kategori data portabel menurut Pasal 20 regulasi terkait data pribadi.
Diskusi ini juga menyoroti bahwa data sharing dan transfer data memiliki
perbedaan mendasar yang perlu diperhatikan dalam konteks perlindungan data.
Teknologi imersif seperti XR menghadirkan tantangan baru dalam perlindungan
data pribadi, terutama karena penggunaan data biometrik yang semakin meluas
dalam berbagai bidang. Para pakar juga menyoroti pentingnya interoperabilitas
dalam sistem-sistem yang menggunakan data biometrik, serta potensi solusi
teknologi masa depan seperti blockchain dan Zero Trust Architecture untuk
menjaga privasi dan keamanan data.
Dari segi regulasi, Bapak Arif Wahyudi menjelaskan bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang sedang disusun memiliki kesamaan dengan regulasi General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa, khususnya dalam memberikan hak kepada subjek data untuk mentransfer data pribadinya dengan aman. Hal ini akan memungkinkan subjek data di Indonesia memiliki kendali lebih besar atas data mereka, serupa dengan yang diatur dalam GDPR, sehingga menghindari monopoli data oleh satu penyedia layanan.
Regulasi yang lebih jelas dan
terstruktur mengenai perlindungan data pribadi diharapkan dapat segera
diterapkan di Indonesia. Di bidang perdagangan elektronik, Bapak Rifan Ardianto
dari Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa saat ini masih belum ada regulasi
yang khusus mengatur penggunaan data biometrik dalam e-commerce. Namun, beliau
menekankan pentingnya melindungi konsumen dan memastikan bahwa data pribadi
mereka aman dalam ekosistem digital yang terus berkembang.
Ibu Shevierra Danmadiyah
mengemukakan bahwa hak portabilitas data merupakan konsep yang relatif baru dan
masih memerlukan banyak eksplorasi lebih lanjut, terutama dalam konteks
teknologi imersif. Ia menyoroti pentingnya hak ini dalam memberikan kontrol kepada
subjek data, sehingga mereka tidak terjebak dalam satu platform saja dan
memiliki kebebasan untuk memindahkan data mereka sesuai kebutuhan. Selain itu,
pentingnya perlindungan ekstra bagi kelompok rentan juga dibahas, mengingat
risiko yang mereka hadapi dalam hal keamanan data pribadi.
Diskusi ini menggarisbawahi
perlunya kolaborasi antara berbagai pihak untuk menciptakan standar yang jelas
dan dapat diimplementasikan secara efektif, baik oleh pemerintah maupun
industri. Teknologi imersif yang berkembang pesat harus diimbangi dengan kebijakan
yang menjaga keamanan data pribadi dan memastikan privasi setiap individu tetap
terlindungi. Selain itu, ke depan, tantangan utama yang dihadapi adalah
memastikan bahwa regulasi yang ada dapat mengakomodasi perkembangan teknologi
sekaligus menjaga keseimbangan antara inovasi dan perlindungan konsumen.