Jakarta, 18 September 2023 – Perkembangan partisipasi generasi muda dalam berdemokrasi kian aktif seiring dengan literasi terkait demokrasi itu sendiri. Generasi muda diharapkan bijak dalam melihat demokrasi sebagai suatu sistem, sehingga dapat memberikan aspirasinya berdasarkan perspektif generasi muda.
Terlebih dengan populasi generasi muda yang banyak sebagai pemilih pemula, memiliki peran penting dalam menentukan masa depan dan membawa perubahan positif bagi negara. Tantangan seperti penurunan kebebasan berpendapat dan tingginya tingkat korupsi di Indonesia menunjukkan perlunya perbaikan dalam sistem demokrasi negara ini.
Agar peran generasi muda dalam berdemokrasi menjadi lebih positif, mereka harus memahami informasi dengan kritis dan menjaga responsivitas demokrasi di masyarakat melalui media sosial.
Tingkatkan kesadaran berdemokrasi di kalangan mahasiswa, Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) berkolaborasi dengan Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya dan Pusat Studi Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) menyelenggarakan Collaborative Regional Conference (CRC) yaitu kegiatan Diskusi Publik dengan tema “Peran Pemuda dan Media dalam Mendukung Masa Depan Demokrasi di Asia Tenggara”.
Acara yang diselenggarakan pada hari Senin (04/09) itu bertujuan untuk mendorong demokrasi yang berkeadilan di Kawasan Asia Tenggara. Peran media sosial sendiri tidak dapat dipisahkan dan telah menjadi hal penting dalam mengedukasi dan menyalurkan aspirasi politik bagi para generasi muda.
Melihat pentingnya hal tersebut, Rektor Unika Atma Jaya, Dr. Agustinus Prasetyantoko, menyampaikan bahwa esensi dari demokrasi sendiri ialah partisipasi, dan kunci dari partisipasi adalah literasi. Sehingga peran media sangat penting untuk meningkatkan literasi mengenai politik untuk generasi muda.
“Orang muda wajib berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas demokrasi, sehingga siapa yang nantinya terpilih merupakan calon yang optimal bagi kemajuan bangsa dan negara. Semoga para mahasiswa sebagai pemilih muda memiliki literasi dan pengetahuan yang lebih baik agar demokrasi di Indonesia menjadi lebih baik,” tutup Prasetyantoko.
Dalam kesempatan ini Salvatore Simarmata, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya yang juga sebagai salah satu pembicara dalam acara tersebut turut menyampaikan tanggapannya terkait fenomena pemuda dan peran media digital.
“Saya meyakini ada sebuah pola baru yang lebih berbahaya, khususnya menjelang pemilu 2024, yaitu para generasi muda kita telah terkooptasi. Yaitu sebuah paradoks dalam demokrasi digital saat ini bahwa dengan semakin majunya era digital, orang-orang yang terjun dalam dunia kampanye digital juga merupakan generasi muda.”
Mengingat bahwa generasi muda masa kini masih perlu untuk diedukasi secara mendalam terkait isu politik, terlebih informasi yang didapatkan melalui media hanya sebagian kecil saja dan tidak dipelajari secara lebih jelas.
Saat ini, patut diakui bahwa informasi untuk bisa mempelajari para legislatif yang tengah mencalonkan diri masih sangat terbatas. Terutama dengan adanya kenyataan pahit yang masih menjadi tren masa kini, yakni para pemilih cenderung memilih berdasarkan sentimen primordial, seperti agama & etnis tertentu, dan bukan berdasarkan isu-isu lain yang sedang diusung.
Menutup kegiatan diskusi publik pada siang hari itu, Salvatore mengajak para peserta yang hadir yang terdiri dari mahasiswa berbagai universitas untuk mewaspadai terhadap propaganda komputasional, yakni sebuah proses agenda setting yang menyebarluaskan informasi menyesatkan secara sengaja dengan memanfaatkan data perilaku pengguna internet.
Para target tidak menyadari bahwa dirinya merupakan korban karena informasi yang didapatkan berasal dari orang-orang yang dikenal, sementara serangan propaganda tersebut terjadi secara sistematis dan terorganisir dengan jangkauan area yang luas.
Di penghujung sesi diskusi tersebut, peneliti dalam bidang Komunikasi Politik itu juga berpesan untuk jangan langsung mempercayai apabila melihat hastag, tweet, atau apapun terkait calon presiden manapun, karena hal tersebut bisa jadi merupakan suatu strategi manipulasi informasi untuk menggiring opini.