Jakarta – Masih di awal tahun 2024, Fakultas Psikologi Universitas
Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya kembali menggelar Sidang Promosi Doktor Psikologi
yang ketujuh pada hari Senin (22/01) di Gedung Yustinus Lantai 14 Kampus
Semanggi dengan Dr. Silva Liem, S.E., M.Sc. sebagai Promovenda. Promovenda
adalah pemerhati masalah Water, Sanitation, and Hygiene (WASH) yang pernah
dipercaya oleh World Bank, Asian Development Bank (ADB), UNICEF, Water.org.,
dan USAID yang berhasil mempublikasikan karya dan berperan sebagai reviewer di
Scopus indexed International Journal seperti American Journal of
Health Promotion (Q1); Journal of Water, Sanitation, and Hygene for Development
(Q2), Children and Society (Q2).
Dengan disertasi yang berjudul “Pengaruh
Sikap, Norma Subyektif, Persepsi Kendali, dan Promosi Kesehatan terhadap
Intensi Implementasi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dengan Intensi
sebagai Mediator”, Silva mengamati perilaku BABS pada masyarakat yang
berpendapatan dan berpendidikan rendah di sebuah desa di Jawa Barat.
Penelitian yang dilakukan oleh Doktor
Silva bertujuan untuk menelaah apakah faktor internal seperti sikap, norma
subyektif, dan persepsi kendali, maupun faktor eksternal misalnya promosi
kesehatan, mampu berkontribusi terhadap niat individu untuk stop BABS maupun
tindak untuk mewujudkan niatnya tersebut.
“Saya berpikir bukan hanya perilaku BABS
yang perlu kita edukasikan, tapi juga termasuk alternatif lain apa yang bisa
ditawarkan bagi mereka dengan kondisi finansial yang kurang mampu. Kita bisa
merangkul para tokoh agama sebagai perantara dalam menyampaikan informasi
mengenai sanitasi air”, ungkap Doktor baru yang juga pemerhati masalah Water, Sanitation, and Hygiene
(WASH) itu.
Umumnya, Buang Air Besar Sembarangan (BABS) merupakan perilaku yang tidak sehat, memalukan, bahkan melanggar norma agama. Namun untuk kelompok masyarakat yang diteliti Silva, perilaku BABS menawarkan kenyamanan, kesempatan bertemu dengan teman, juga manfaat ekonomis, termasuk menghemat pakan ikan dan biaya membangun WC. Terlepas dari manfaat tersebut, BABS juga dikaitkan dengan kesehatan dan status gizi anak, khususnya pada masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
“Upaya Pemerintah menurunkan angka
kejadian stunting dihadapkan pada setidaknya tiga kendala: Pertama, persepsi
masyarakat tentang postur pendek anak-anak yang diyakini sebagai “bawaan dari
sana nya”; Kedua, istilah stunting yang kurang familiar di telinga
masyarakat; dan ketiga, dampak BABS sebagai faktor risiko stunting masih
terbatas pada kajian ilmiah dan belum banyak tersampaikan kepada masyarakat
umum,” tambah Doktor Silva.
Tiga kendala ini berkaitan dengan
promosi kesehatan. Sementara itu diperlukan juga pemahaman atas faktor yang
memengaruhi warga untuk mau berhenti BABS, baik yang berasal dari dalam diri
individu seperti sikap, tuntutan orang sekitar, dan keyakinan atas kemampuan
diri, maupun faktor eksternal berupa informasi yang diterima tentang dampak
BABS bagi kesehatan anak.
Secara praktis, penelitian tersebut
merupakan sebuah masukan bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam mengedukasi
masyarakat tentang BABS sebagai faktor risiko stunting, serta dalam
merancang intervensi untuk mengubah perilaku BABS menjadi BAB di WC Sehat. “Promosi
kesehatan cukup
sukses menyampaikan sisi negatif BABS,
sehingga sudah banyak pula yang menjadikan stop BABS sebagai goal intention/GI,
sebuah tujuan yang ingin realisasikannya (“the what”). Namun mempertimbangkan marjinalitas warga, GI
stop BABS perlu didukung dengan implementation intention / II atau “the how”.
Dengan kata lain, kegiatan promosi kesehatan layaknya mencakup informasi yang
memperkenalkan alternatif skema pembiayaan demikian bagi calon kreditur maupun
debitur sehingga warga pra-sejahtera pun dapat memiliki sarana sanitasi dan
stop berperilaku BABS,” jelas Silva.
Kegiatan promosi kesehatan yang mencakup
edukasi tentang bahaya serta dampak BABS diharapkan dapat lebih efektif dalam mewujudkan
negara Indonesia yang bebas perilaku BABS. Silva berpendapat ”Penetrasi bank
pembangunan daerah untuk menjangkau kelompok marjinal juga sekaligus
mengamankan mereka dari jeratan rentenir yang selama ini menjadi andalan namun
akhirnya menjerumuskan warga ke jurang kemiskinan yang semakin dalam. Dengan
demikian, kredit air dan sanitasi diharapkan menjadi entry point yang
akan mendorong dan memudahkan interaksi masyarakat marjinal dengan lembaga
keuangan formal, sehingga mereka terlindungi dari rentenir.” Silva juga
mengajak masyarakat untuk turut membantu mereka yang masih acuh, khususnya untuk
merangkul kelompok marjinal.
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya
pembentukan niat untuk stop BABS juga dipengaruhi oleh keyakinan individu
terhadap kemampuannya untuk stop BABS dan frekuensi keterpaparannya terhadap
informasi tentang kaitan BABS dan status gizi anak.
Hal ini juga disampaikan oleh Prof. Dr.
phil. Hana R. G. Panggabean, Psikolog, sebagai Promotor. “Berbeda dengan
ungkapan populer yang sering dikenal, ’yang penting niat’, temuan studi Sdri.
Silva menunjukan bahwa niat atau intensi dalam benak dan hati tidaklah cukup,
harus dilanjutkan dengan muncul menjadi niat yang ke arah tindakan”.
Harapannya, hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai tambahan pengetahuan melalui kegiatan promosi kesehatan yang
dapat mendorong perubahan perilaku BABS.
Kemasan pesan-pesan promosi yang dirancang sesuai dengan konteks
setempat juga hendaknya menjadi “amunisi tambahan” bagi pemerintah desa, tenaga
kesehatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta kader desa dalam meyakinkan
warga untuk stop BABS, setidaknya demi alasan pertumbuhan anak dan terhindar
dari stunting.
Penelitian yang dilakukan ini tentunya turut
mendukung dan juga sebagai bentuk perhatian Unika Atma Jaya terhadap masyarakat
kelompok marjinal. Kepedulian terhadap martabat manusia dan kesejahteraan
sosial menjadi salah satu nilai inti Unika Atma Jaya, yakni nilai Peduli.
Program studi doktor Psikologi menyambut
gembira promosi Dr. Silva. “Doktor Silva menunjukkan komitmen yang kuat untuk
menyelesaikan studi doktoralnya di tengah-tengah kesibukan beliau sebagai
konsultan lembaga pembangunan dan organisasi nonprofit. Pemahaman terhadap
konsep, namun terutama sikap disiplin, kepekaan mengenali masalah di masyarakat
yang majemuk, dan kemandirian dalam meneliti menjadi sorotan utama kami dalam program
studi doktor.” Ungkap kepala program studi, Dr. Christiany Suwartono.
Kelebihan Dr. Silva dalam hal sikap juga
diungkapkan promotor: “Ibu Silva menjalani studi ini dengan kepekaan terhadap
konteks kehidupan partisipannya, mencoba menggali makna khas konsep dan teori
berdasarkan perspektif warga, bersedia terjun langsung dan menjalani irama
kehidupan bersama para partisipannya.”