ASK
ME

REGISTER
NOW

Pengorbanan Seorang Dokter Misionaris, Dokter-Misionaris

5/20/2011 12:00:00 AM


Cinta adalah sesuatu yang tidak asing lagi di telinga hampir setiap orang. Hampir semua insan di bumi ini bisa dengan mudah bicara tentang cinta. Namun, cinta yang tulus dan sejati tidak hanya sebatas kata-kata,”aku mencintaimu”.  Tapi mewujud dalam aksi atau tindakan nyata. Teladan seperti itulah (mencintai dengan tulus) yang dihidupi oleh dr. Johannes Aliandoe, Sp. B semasa hidupnya. Hal itu diungkapkan oleh dr. Ben Mboi, mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sahabat alm. Dokter Aliandoe saat peringatan 40 hari meninggalnya seorang ahli bedah pertama asal Flores, Gedung Yustinus 15, Unika Atma Jaya, Sabtu (7/5).

 

“Dokter Aliandoe memberikan cintanya dalam perwujudan nyata bukan dengan kata-kata. Beliau tidak mengatakan ‘saya cinta kau’pada pasiennya tapi beliau memberikan cinta secara nyata dalam pelayanan bagi para pasien,” akunya. 

 

“Karya dr. Aliandoe adalah bagian dari karya misonaris di Indonesia. Salah satu tanda (semangat,red) misionaris adalah  menelantarkan diri sendiri, dan dr. Aliandoe melakukan itu. Beliau menelantarkan diri sendiri dan tidak mengumpulkan uang. Tidak ada dokter spesialis yang bertahan lebih dari 6 bulan di daerah dan dr. Aliandoe bertahan puluhan tahun di Lela. dr. Aliandoe adalah dokter misionaris dan misionaris dokter, dalam pelayanannya dia mewartakan Kerajaan Allah,” lanjutnya.

 

“(dr. Aliandoe, red) Dokter yang benar, dokter yang kepeduliannya adalah untuk orang sakit sehingga dia tidak peduli di mana ia harus bekerja selama di sana ada orang sakit yang membutuhkannya. Beliau bisa tinggal di Jakarta tanpa berkekurangan tapi justru di masa pensiunnya beliau memilih tinggal di Lela, di sebuah kamar di RS Elisabeth, agar beliau bisa senantiasa melayani pasien. Beliau tidak memikirkan keamanan diri sendiri, pada umur demikian tinggal di tempat yang pelayanan kesehatan untuk dirinya sendiri sangat kurang. Serangan stroke yang dia alami adalah akibat dari keprihatinan melihat sekitarnya yang sudah tidak punya kepedulian terhadap orang lain. ,” pungkasnya.

 

Dokter Aliandoe meninggal 9 Maret 2011. Beliau berpulang setelah tiga hari dirawat di RS. Siloam Karawaci, Tangerang. Perawatan paliatif yang beliau jalani di ruang rawat intensif akibat serangan stroke yang mengharuskan beliau diterbangkan dari Lela, Flores ke Jakarta.

 

 

Sedikit Berkenalan dengan dr. Johannes Aliandoe, Sp. B

 

Bila kita mengetik nama Johannes Aliandoe di mesin pencari  Google dengan diapiti tanda petik agar hasil pencarian lebih spesifik, beliau kurang “terkenal”. Pengecekan 11 Maret 2011 pukul 17.00 hanya munculkan 6 halaman laman untuk nama beliau. Sungguh tidak ada apa-apanya dibandingkan, misalnya, dengan Sinyo Aliandoe pelatih PSSI 1982-1983 yang namanya ada 2.660 halaman.

 

Meski tidak terkenal menurut Google, dr. Aliandoe sangat terkenal menurut orang Flores. Beliau adalah putra Flores, dan ahli bedah pertama dari Nusa Bunga (nama lain Pulau Flores). Sebagian besar Masyarakat Flores mengenal beliau, minimal tahu tentang beliau. Dan, semua cerita tentang beliau hanyalah cerita tentang kebaikannya. Profesional, ramah, simpatik, rendah hati, lemah lembut, penuh pengorbanan, dan mencintai orang-orang kecil.

 

Meski tidak terkenal menurut Google, dr. Aliandoe sangat terkenal menurut Atma Jaya. Beliau adalah salah satu warga utama Atma Jaya. Warga utama Atma Jaya merupakan sebentuk penghargaan Atma Jaya bagi warganya yang dinilai telah berjasa terhadap perkembangan Atma Jaya.

 

Warga utama dipilih dari ribuan individu yang tergabung dalam keluarga besar Atma Jaya. Kontribusi warga utama Atma Jaya beragam, sesuai dengan bidang masing-masing. Sejak 11963 hingga 2010 tercatat 17 warga utama.  Diawali oleh Drs. Ferry Sonneville 1963. dr. Aliandoe sendiri menerima penghargaan ini pada 2000 bersama Dr. KS. Gani, Drs. Jusuf Udaya, dan Dra. M.B. Widyarto.

 

 Kesaksian dari Flores dan penghargaan dari Atma Jaya menggarisbawahi satu hal. Yakni, kualifikasi Johannes Aliandoe sebagai seorang yang sangat berguna ketimbang sebagai orang yang sangat terkenal. Dan sesungguhnya menjadi orang berguna jauh lebih bernilai ketimbang menjadi orang terkenal. Gayus Tambunan sangat terkenal di Indonesia. Adolf Hitler sangat terkenal di dunia. Tapi kita tahu apa yang mereka perbuat.


Dalam “ketidakterkenalannya” di level nasional, dr. Aliandoe justru telah “berjasa” dan “berkorban” bagi begitu banyak orang di level akar rumput Flores dan level akademik Atma Jaya. Hidupnya adalah kesaksian paling nyata tentang hakikat sejati profesi dokter. Sebuah profesi pelindung manusia!

Dokter Aliandoe telah melakoninya dengan profesional. Yakni, melayani kliennya dalam hal yang paling dibutuhkan, dengan keahlian yang sedemikian rupa, sehingga kepentingan kliennya selalu ia utamakan di atas kepentingannya sendiri. Terima kasih, dokter Aliandoe. Selamat jalan dokter misionaris, misionaris dokter.

 

 

Laporan: Astri Parawita Ayu/FK

dan informasi tambahan dari wwwprev.atmajaya.ac.id serta http://frans-anggal.blogspot.com/

 

 

 

(Diperbarui oleh ynr-m&pr/05/11)