ASK
ME

REGISTER
NOW

OBITUARI DR. TANETE PONG MASAK: KAWAN YANG BAIK DAN RENDAH HATI

01/18/2018 00:00:00

Pada hari itu Minggu 10 Desember 2017, bertepatan dengan hari Hak Asasi Manusia, seperti hari-hari minggu biasa, waktu di rumah lebih banyak digunakan untuk bercanda dengan anak istri sehingga biasanya handphone jarang disentuh pada saat-saat seperti itu. Namun pada hari itu mas Paulus Kurnadi Kabid Keuangan FIABIKOM menepon saya agar membaca WA yang masuk di group FIABIKOM. Alangkah terkejutnya saya mendapatkan informasi bahwa salah satu kawan terbaik yang pernah saya miliki, Dr. Tanete A. Pong Masak telah meninggal dunia pada hari itu pukul 18.45 di Tana Toraja Sulawesi Selatan.

 

Kekagetan yang cukup beralasan, karena dua minggu sebelumnya, waktu masih bergelantungan di KRL Serpong, sewaktu pulang dari kantor, pak Tanete sempat telepon saya. Beliau mengabarkan bahwa kondisinya di Tana Toraja baik-baik saja. Walaupun beberapa waktu sebelumnya beliau mengatakan sedang terserang penyakit batuk bronchitis, namun sudah sembuh. Seperti biasanya dengan kerendah-hatiannya yang luar biasa beliau menyampaikan kepada saya, ucapan terima kasih, atas segala bantuan yang telah diberikan oleh teman-teman FIABIKOM sehingga kepulangannya ke Tana Toraja bisa berjalan dengan lancar. Beliau gembira sekali bahwa buku-buku kesayangannya juga telah sampai di Tana Toraja, walaupun belum sempat membongkarnya. Di kesempatan itu, saya juga mengatakan ke pak Tanete, bahwa saya dengan keluarga pada saat liburan sekolah nanti mau berkunjung ke Tana Toraja, tempat kelahiran pak Tanete. Kebetulan hingga saat ini belum pernah berkesempatan berkunjung kesana. Beliau menjawab sangat senang sekali menantikan kehadiran saya di Tana Toraja. Di KRL itu saya bersyukur bahwa kondisi pak Tanete bisa mulai membaik di Tana Toraja, setelah beliau menderita stroke beberapa waktu lamanya.

 

Mendengar kabar duka tentang kebergian pak Tanete, ingatan saya kembali ke masa awal saya mulai berkarier di FIABIKOM Unika Atma Jaya. Pada waktu itu saya, pak Tanete dan ibu Elizabeth Maria Mustika atau bu Tika merupakan tiga orang yang masuk sebagai dosen tetap di FIABIKOM. Saya adalah yang termuda diantara mereka dan belum begitu mengenal kondisi Jakarta dengan baik. Kami bertiga bersama-sama belajar beradaptasi dengan lingkungan Unika Atma Jaya pada waktu itu. Walau wajahnya terkesan sangar, namun ternyata hati beliau sangat lembut. Selama 20 tahun lebih saya mengenal beliau belum pernah sekalipun melihat dia marah. Saya dikenal juga sebagai sosok yang tidak pernah marah, namun jika dibandingkan dengan pak Tanete tidak ada apa-apanya. Dengan semua orang di semua tingkatan, beliau selalu mengedepankan orang yang diajak bicara. Pada waktu dekan dipegang oleh pPof. Alois A. Nugroho beliau diangkat sebagai wadek 1 dan saya sebagai wadek 2. Kemudian pada saat beliau diangkat sebagai dekan saya juga membantu beliau sebagai wadek 3. Kita semua bersama-sama mengelola fakultas di tengah situasi yang tidak mudah, masa itu merupakan masa yang penuh dengan gejolak. Demontrasi mahasiswa, di sepanjang awal era reformasi, hampir terjadi setiap hari di Unika Atma Jaya. Atma Jaya karena lokasinya merupakan salah satu tempat yang cukup strategis untuk melancarkan demontrasi mahasiswa. Kondisi yang dihadapi memang bukan hal yang ideal untuk dilakoni, namun pak Tanete tidak pernah sekalipun mengeluh akan tugas yang diembannya.

 

 

Dalam bidang keilmuan pak Tanete adalah orang yang langka dan hebat. Beliau adalah salah satu anak didik langsung dari Prof. Dr Denys Lombard seorang Indonesianis terkenal dari Perancis. Lihat https://en.wikipedia.org/wiki/Denys_Lombard Dnnys Lombard adalah ahli tentang sejarah kawasan Asia Tenggara dari Perancis yang hingga sekarang keahliannya belum ada yang menandingi. Buku Nusa Jawa (tiga jilid) adalah salah satu karya monumentalnya yang telah diterjemahkan oleh PT. Gramedia ke dalam bahasa Indonesia. Walaupun pak Tanete merupakan anak didik langsung dari prof. Denys Lombard, beliau tidak  pernah sekalipun menonjolkan diri sebagai sebagai salah satu anak didik beliau. Padahal sangat jarang seseorang mendapatkan kesempatan untuk dibimbing oleh Prof. Denys Lombard.

 

Bidang yang ditekuni oleh pak Tanete adalah tentang film, khususnya tentang sejarah film di Indonesia. Suatu bidang kajian yang jarang disentuh oleh para ahli di Indonesia. Bidang perfilman seringkali dikesankan sebagai sebuah bidang yang sangat glamour dan jauh dari kesan ilmiah. Hanya orang yang malas berpikir dan hanya senang-senang saja yang berkecimpung dalam bidang ini. Namun pak Tanete dengan ketekunan yang luar biasa berusaha mendokumentasikan bidang ini dengan baik. Beliau memiliki naskah buku tentang “Sinema pada masa Soelarno”, saya telah berkali-kali memintanya agar karya itu diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Dan bujuk rayu itu berlangsung selama bertahun-tahun, namun karena pak Tanete ingin hasilnya benar-benar sempurna, maka proyek penerjemahan buku tersebut berjalan dengan sangat lambat. Baru ketika dibantu oleh bapak Dr. Jimmy Paat dari IKJ yang membantu penerjemahan buku ini, pada akhirnya buku pada Tanete ini dapat terbit dan melengkapi khasanah buku tentang film di Indonesia. Suatu kajian yang langka untuk dilakukan.

 

Kembali ke pribadi pak Tanete,sejak mengenal beliau di tahun 1996, belum pernah sekalipun menunjukkan rasa kemarahan kepada anak buahnya. Di samping itu rasa rendah hatinya sangat tinggi, selalu menempatkan orang lain dalam kedudukan yang lebih tinggi darinya. Semuanya ingin dibantu oleh pak Tanete. Saya ingat betapa pak Tanete menulis surat berberapa kali ke Kedutaan Perancis, agar salah satu staf FIABIKOM bisa mendapat bea siswa ke sana. Surat itu ditulis berulang kali, bolak balik agar tujuannya tercapai. Dia bukanlah orang yang gampang menyerah ketika memiliki suatu tujuan. Begitu pula ketika saya hendak studi di Portugal. Pak Tanete lewat caranya sensiri berusaha melobi bapak Lopez Da Cruz yang merupakan duta besar Indonesia untuk Portugal, agar segalanya berjalan dengan lancar.

 

Kelebihan utama yang dimiliki oleh pak Tanete dimata rekan-rekan yang saya kenal adalah sikap kerendahhatiannya yang luar biasa. Pak Tanete sebenarnya memiliki modal untuk dapat tinggi hati, namun hal itu tidak dilakukannya. Dia lahir dari keluarga terpandang di Tana Toraja, memiliki gelar s1 sampai S3 dari Perancis. Lulusan dari perguruan tinggi ternama di Perancis, dia belajar di The School for Advanced Studies in the Social Sciences (French: École des hautes études en sciences sociales; also known as ÉHESS) yang merupakan sekolah bergengsi di Perancis untuk kajian ilmu-ilmu sosial, berada di bawah bimbingan Prof. Dr. Dennys Lomband seorang ahli Indonesia yang ternama. Bisa lancar berbahasa asing dengan baik. Dia sangat lancar bicara dalam bahasa Inggris dan Perancis. Memiliki pengalaman internasional yang luas. Memiliki pergaulan yang luas dengan insan perfilman Indonesia. Namun semuanya itu tidak membuatnya menjadi tinggi hati.

 

 

Pak Tanete wafat di Tanah Toraja pada tanggal 10 Desember 2017 karena sakit stroke yang telah dideritanya selama beberapa lama. Beliau wafat di rumah sakit Fatima di Tana Toraja. Beliau baru beberapa bulan berada di Tana Toraja untuk berkumpul dengan sanak saudaranya, sesaat setelah memasuki usia  pensiun. Kami pada tanggal 27 Juli 2017 sedang merayakan dies fakultas kami yang dibarengkan dengan acara perpisahaan dengan pak Tanete yang saat itu memasuki masa purna tugas. Kami semua di fakultas turut merayakannya dengan gembira. Setelah itu saya masih bertemu dengan pak Tanete untuk urusan pengiriman buku-bukunya ke Tana Toraja. Kecintaannya terhadap buku-bukunya tersebut yang membuatnya bersikeras agar buku-bukunya dapat dikirim ke Tana Toraja, jumlahnya banyak sekali. Di sana menurut rencana buku-buku itu akan dijadikan koleksi perpustakaan di salah satu rumah adat Toraja (Tongkonan) yang dimiliki oleh keluarga besar pak Tanete. Selama beberapa bulan di Tana Toraja menjelang ajalnya, pak Tanete tetap merupakan seorang ilmuan yang tekun. Sesuai dengan bidang kajiannya tentang perfilman dia tetap membuat catatan atas segala film yang ditontonnya di televisi ketika dia menonton televisi di rumah. Catatan tentang flm televisi itu tidak pernah jauh dari sisi pak Tanete. Di tengah keterbatasannya karena sakit, beliau masih bersemangat untuk melakukan catatan dan analisa atas film yang dilihatnya.

 

Pada tanggal 30 Desember 2017, saya bersama dengan pak Rachmadi Parmono Kaprodi Administrasi Bisnis dan Ibu Dorien Kartikawangi, Kaprodi Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya mendapatkan kesempatan untuk menghadiri upacara pemakaman pak Tanete di Toraja. Acara adat digelar untuk upacara pemakaman ini, yang dikenal dengan nama Rambu Solo. Sejumlah ternak dikorbankan untuk penyelenggaraan acara ini, dimana dagingnya dibagi-bagikan ke masyarakat setempat. Untuk ukuran seorang bangsawan, upacara adat yang diadakan tergolong sederhana, walaupun menurut ukuran saya sudah dapat dikatakan terbilang mewah. Ada 4 kerbau dan 30 babi yang dikorbankan di acara ini. Banyak kolega dan tokoh penting di Tana Toraja yang hadir dalam upacara ini. Hal ini wajar, karena banyak saudara pak Tanete yang menduduki posisi cukup penting di sana. Pak Tanete sendiri merupakan anak ketiga dari 9 orang bersaudara. Pada tanggal 02 Januari 2018, jenasah pak Tanete disemayamkan di pemakaman keluarga setelah sebelumnya diadakan upacara misa requiem di gereja yang berada di dekat area pemakaman tersebut.

 

Selamat jalan pak Tanete, terima kasih atas segala inspirasi dan keteladanan yang telah engkau berikan kepada kami. Semoga kami dapat berbuat yang lebih baik lagi diatas landasan baik yang telah dicanangkan oleh bapak. Amin. (Eko Widodo).