ASK
ME

REGISTER
NOW

Mengevaluasi Peran Media dalam Konsolidasi Demokrasi di Indonesia

08/26/2014 00:00:00

 

 

 

1.      Latar belakang

Pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) akhirnya melahirkan susunan politik baru dalam struktur politik legislatif dan eksekutif untuk masa periode 2014-2019. Sejumlah perubahan menarik untuk disikapi sehingga dapat diambil pelajaran sebagai bagian dari upaya menguatkan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Perubahan tampak pada para peserta kontestasi pemilu 2014 ini.

Pada saat pileg terdapat persaingan yang sangat ketat antar calon legislatif (caleg) karena sistem pemilu yang terbuka. Persaingan antar caleg tidak hanya terjadi antar caleg lama dengan pendatang baru, tetapi juga antara sesama caleg, baik lama maupun baru, dari partai yang sama. Buruknya citra partai di mata rakyat membuat para caleg harus berjuang lebih keras untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas mereka. Peran media pun menjadi makin penting. Demikian pula hal pada saat pilpres. Personalitas menjadi pusat perhatian, evaluasi survei, dan perbincangan di media. Kampanye politik lewat media menjadi alat paling ampuh untuk mencapai popularitas yang diharapkan.

Persoalan muncul karena tiga alasan. Pertama, sejumlah media dimiliki oleh para petinggi partai politik peserta pemilu. Sehingga mereka dapat menggunakan media tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan politik mereka dan/atau partai politiknya. Nuansa kampanye caleg dan partai pemilik tersebut sangat kuat bahkan dalam konten berita sekalipun. Prinsip independensi media rusak total. Kedua, jika pemilik media dapat dengan leluasa memobilisasi medianya untuk kampanye politik caleg, capres, dan partainya, maka sebagian besar caleg justru tidak punya akses terhadap media karena keterbatasan dana. Jadi, ada ketidakadilan akses terhadap media. Media dengan sengaja digerakkan untuk mengakomodir kepentingan pemiliknya. Ketiga, ketika media menjadi alat propaganda politik elit partai sekaligus pemiliknya, maka kepentingan publik terabaikan. Kebutuhan publik atas informasi yang berimbang, proporsional, dan mencerdaskan lenyap. Frekuensi gelompang, pada media televisi, yang merupakan milik publik hanya dieksploitasi untuk kepentingan segelintir orang.

Konglomerasi dan konsentrasi kepemilikan media, baik televisi, koran, radio, dan internet menjadi ancaman bagi konsolidasi demokrasi yang pluralis. Ruang publik dalam media terkekang oleh kepentingan politik-ekonomi pemiliknya dan elit-elit partai seiring dengan bertemunya liberalisasi demokrasi dan liberalisasi media lima belas tahun terakhir. Maka perlu digagas sebuah bentuk penataan media sebagai ruang publik dan alat komunikasi politik yang demokratis guna menyeimbangkan antara kepentingan elit-elit politik dengan kepentingan publik. Gagasan-gagasan cerdas yang terangkum perlu terus diangkat dan didesak agar dilembagakan lewat peraturan-peraturan terkait media, seiring makin konvergennya media lewat munculnya media baru.    

 

2.      Tujuan

Tujuan dari dilaksanakannya seminar nasional ini adalah:

  1. Mengkritisi akibat-akibat dari konsentrasi media dalam ruang politik transaksional di Indonesia.
  2. Membedah struktur kepemilikan media dan akibatnya pada pola komunikasi politik aktor dan lembaga politik, seperti tampak pada saat Pemilu 2014
  3. Memetakan strategi penguatan masyarakat warga dalam komunikasi politik lewat media baru guna mewujudkan konsolidasi demokrasi Indonesia.

 

3.      Tema

Adapun yang menjadi tema seminar ini adalah: “Media dalam Konsolidasi Demokrasi di Indonesia.” Tema tersebut dibahas dari tiga sudut pandang dalam sub-sub tema berikut:

  1. Peran Media untuk Kemajuan Demokrasi
  2. Kebijakan Media yang Demokratis guna Menegakkan Hak-hak Publik
  3. Kepemilikan Media dan Intervensi Siaran pada masa Pemilu di Indonesia
  4. Media Baru dan Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilu 2014