ASK
ME

REGISTER
NOW

MARTY BETTS

11/10/2014 00:00:00

Sekarang ini, berwisata bukan lagi merupakan sebuah produk mewah, melainkan sebuah kebutuhan. Kesadaran akan pentingnya ‘melarikan diri dari rutinitas’ untuk relaksasi menjadikan industri pariwisata berkembang pesat.

 

Destinasi wisata dibagi menjadi dua: inbound (wisatawan luar negeri datang dan melakukan perjalanan wisata di Indonesia) dan outbound (wisatawan Indonesia berangkat dan melakukan perjalanan wisata ke luar negeri). Outbound destinations di Indonesia semakin maju setelah maskapai penerbangan dan biro perjalanan wisata (BPW) berlomba-lomba menawarkan paket-paket menarik dengan harga yang kompetitif.

Berwisata ke Eropa dan Amerika masih menjadi impian banyak orang. Walaupun perjalanan ke destinasi tersebut dikategorikan sebagai long haul journey (perjalanan yang memakan waktu lebih dari 6 jam), Eropa dan Amerika seakan menjadi magnet bagi industri pariwisata tanah air.

Untuk mengetahui bagaimana industri pariwisata Indonesia menguraikan fenomena ini, Program Studi Hospitality mengundang Marty Betts selaku Head of Sales – South East Asia Pacific Kuoni Travel Expert. Kuoni merupakan satu di antara sedikit Tour Operator yang beroperasi di Indonesia dan menangani banyak permintaan perjalanan ke Eropa dan Amerika. Acara public lecture kali ini diselenggarakan pada hari Jumat, 24 Oktober 2014 di Ruang Multimedia Unika Atma Jaya.

 

 

Menurut Marty, Indonesia merupakan pasar yang potensial untuk outbound destination. Masyarakat Indonesia sangat menyukai shopping. Long haul destinations seperti Eropa dan Amerika yang merupakan ‘surga belanja’ menjadi key factor bagi overseas travelers (para wisatawan luar negeri) seperti Indonesia.

Most travelers like to buy goods directly when they are on the spot. Like in Paris, they like to buy Louis Vuitton bags,” lanjut Marty.

Secara regional (Asia), Jepang merupakan segmen terbesar penyumbang wisatawan ke Eropa, jauh meninggalkan negara-negara Asia lainnya. Di posisi kedua  diduduki oleh Cina yang merupakan penggabungan dari tiga area utama (Beijing, Shanghai, Hongkong). Indonesia berada tempat ketiga.

 

Ia juga menambahkan, masyarakat Indonesia enggan menggunakan online booking untuk perjalanan wisata ke Eropa dan Amerika secara individu. Karena harga yang ditawarkan oleh BPW jauh lebih murah untuk perjalanan secara grup dengan jumlah partisipan 25 orang.

Bisa dibayangkan betapa ribetnya jika ayah, ibu, dan anak berpergian ke luar negeri secara individu. Mereka harus menyewa kendaraan dan menyetir serta mencari restoran sendiri. Hasilnya, mereka merogoh kocek 15.000 USD hanya untuk berwisata. Bandingkan jika berpergian bersama grup, uang yang dikeluarkan hanya 2500an USD per orang untuk destinasi yang hampir sama. Oleh karena itu, mengapa orang Indonesia lebih senang berpergian secara group tour.

 

Everything is organised. The tour leader will take care all the arrangements,” imbuhnya.

 

Selain itu, Marty juga berpendapat bahwa kebanyakan orang Indonesia senang melakukan aktivitas bersama dan bersosialiasi. Mereka tidak suka sendirian, selalu ingin bersama-sama dengan teman dan keluarganya.

Pasar Indonesia untuk destinasi ke Eropa sebelumnya selalu mengalami peningkatan, namun karena kurs mata uang Rupiah yang melemah terhadap Euro sejak pertengahan tahun lalu, keberangkatan ke Eropa pada akhir 2013 sampai dengan saat ini menurun. Oleh karena itu, fluktuasi kurs dan situasi politik-ekonomi juga memiliki pengaruh yang signifikan pada bisnis ini. Namun, diharapkan minat wisatawan terhadap destinasi ini akan meningkat kembali di tahun-tahun mendatang. (Agnes Harnadi)