ASK
ME

REGISTER
NOW

KULIAH UMUM Prodi Komunikasi, Komunikasi Pemasaran: IMC dan Aplikasi Strategi Komunikasi Pemasaran yang Berhasil dan Gagal

11/18/2013 00:00:00

Komunikasi pemasaran sebagai konsep dan aplikasi menarik untuk dipelajari dari berbagai sisi. Sebagaimana bisnis pada umumnya, keberhasilan dinilai optimal bila tantangan-tantangan beresiko selalu dihadapi dengan penuh perhitungan (cost of measured risk). Untuk itu, pada kuliah tamu Rabu, 13 November 2013, Ibu Ati Muchtar Sjarief, Business Group Director Fortune PR berbagi ilmu mengenai praktek IMC. Tidak ketinggalan, dalam diskusi intensif Ibu Ati berbagi resep best practice yang dilakukan di FortunePR, yang dikenal dengan FORMAX, kependekan dari Fortune Matrix.

 

Konsep komunikasi pemasaran terpadu atau akrab diketahui sebagai integrated marketing communication (IMC)  memang mengusung peta dan pendekatan baru terhadap implementasi pemasaran dan komunikasinya. Di mana dengan IMC, pesan yang dikomunikasikan lebih konsisten dan berdampak. Dalam hitungan bisnispun, aplikasi IMC dapat menghemat biaya. Konsekuensi dari penerapan IMC adalah agensi dan principal terlibat intensif dalam strategi sampai dengan implementasi. Di mana kedua institusi bekerjasama dalam merumuskan “Big Idea”, dengan kriteria distinctive (menjadi pembeda dengan produk/brand sejenis), relevant (sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup), unifying (dapat diterjemahkan/diimplementasikan dengan baik ke berbagai saluran atau communication tools), memorable (mudah diingat)dan result oriented (mampu mengarahkan target audience melakukan tindakan yang diinginkan oleh principal).

 

 

Big Idea tersebut diketahui melalui proses tertentu, yang dimulai dari investigasi. Tahap investigasi adalah tahap riset terkait konsumen, untuk mengetahui brand promise dan consumer insight. Irisan antara brand promise dan consumer insight disebut “Sweet Spot” yang akan menuntun pada pengembangan brand personification. Ibu Ati menyajikan banyak detil dan trik yang gamblang untuk mampu memperoleh Sweet Spot tersebut. Di mana big idea yang diperoleh kemudian didengungkan (amplification) melalui berbagai marketing communication channel and tools.

 

Dalam diskusi, Ibu Ati menjelaskan Oreo sebagai contoh kasus ketika mengalami krisis. Krisis terjadi ketika Oreo diisukan mengandung melamin. Kondisi krisis ini menurut beliau perlu segera ditangani, maksimal dalam tiga bulan kampanyenya sudah selesai. Dalam situasi krisis, keberadaan para blogger berpengaruh dalam mendukung keberhasilan meredakan isu dan mempertahankan isu. Di mana blogger masih dilihat sebagai third party endorsement. Tidak ketinggalan juga, Ibu Ati menekankan pentingnya sosialisasi internal, karyawan diinfo dan dilibatkan dalam kampanye perusahaan.

 

 

 

 

Para mahasiswa begitu antusias atas pemaparan Ibu Ati. Terdapat sekitar lima belas pertanyaan yang diajukan oleh sembilan mahasiswa dalam tempo empat puluh menit. Pertanyaan mulai dari bagaimana menggarap produk/brand yang memasuki masa mature, bagaimana menggarap brand yang memiliki sangat sedikit USPs (unique selling propositions) sampai pertanyaan mengenai situasi kerja di agensi. Tidak terasa, waktu berlalu demikian cepat, dan informasi yang diberikan semakin digali semakin menarik sehingga dengan berat hati, diskusi disudahi pada pukul 15:30. Dua setengah jam bersama Ibu Ati Muchtar kami rasakan masih kurang (Natalia, 14 November 2013)