ASK
ME

REGISTER
NOW

Mahasiswa Prodi Hospitality Unika Atma Jaya Kembangkan Desa Wisata Likotuden NTT

4/15/2020 12:00:00 AM

 
Mahasiswa Prodi Hospitality Unika Atma Jaya yang berkunjung ke Dusun Likotuden NTT

 

Kesadaran untuk meningkatkan pengelolaan destinasi wisata terus dilakukan. Hal ini perlu dilakukan guna mendukung lokasi tersebut agar berpotensi menjadi daya tarik wisatawan. Seperti yang dilakukan oleh mahasiswa dan dosen Program Studi Hospitality Unika Atma Jaya mengadakan sosialisasi dan pelatihan sadar wisata.

 

Sebanyak 20 mahasiswa yang tergabung dalam Kelas Perencaan Pariwisata ini berkunjung ke Dusun Likotuden Nusa Tenggara Timur (NTT). Terbagi menjadi beberapa kelompok, mahasiswa mencoba merancang program mengenai pariwisata air yang berkaitan dengan terumbu karang, pariwisata pantai dan rumah makan sederhana, kuliner, dan agrowisata.

 

Likotuden, adalah sebuah dusun di Desa Kawalelo, Larantuka, Flores Timur, NTT. Dusun ini kini semakin terkenal tidak saja Karena keindahan alamnya tetapi juga karena tanaman sorgum.  Tanaman serbaguna yang sejenis biji-bijian ini dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku industri.

 

Imanuel Anggonoto, salah satu mahasiswa Prodi Hospitality Unika Atma Jaya mengatakan, di sana belajar dan memberikan ide-ide untuk diimplementasikan di desa tersebut. “Jadi kami di sana lebih belajar dan merumuskan suatu ide-ide yang bisa dikembangkan dalam lingkup pariwisata di desa tersebut,” katanya.

 

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dirinya bersama kelompok membuat rancangan mengenai argowisata. Desa yang terkenal dan dicanangkan sebagai desa sorgum ini menjadi daya tarik tersendiri apabila pemanfaatan tanaman sorgum dilakukan dengan baik. Seperti cara penanaman atau penyusunan tanaman yang benar.

 

Mahasiswa saat menyusuri tanaman sorgum di Dusun Likotuden

 

“Kami di sana melihat bahwa sorgum dapat menjadi potensi agrowisata. Kami coba merumuskan ide penerapan yang muncul dari agrowisata di kawasan dataran tinggi. Dari hal itu, ide yang muncul dari kami adalah membuat rancangan penanaman berdasarkan jenis ketinggian dari yang terendah sampai tertinggi. Karena sampai saat ini hal tersebut belum diterapkan, penduduk cenderung menanam asal-asalan. Dengan penyusunan penanaman tersebut, tanaman sorgum dapat terlihat indah. Hal ini juga didukung oleh kontur tanah yang menurun sehingga cocok dilakukan penyusunan tersebut,” jelasnya.

 

Ia juga menuturkan kalau pemanfaatan dengan adanya penataan tersebut membantu wisatawan untuk melihat keindahan tanaman sorgum lebih dekat. “Kemudian, diketahui bahwa sistem penanaman di sana juga belum disusun seperti penanaman padi, dimana ada beberapa ruas jalan dan dibuat petak-petak seperti sawah. Itu juga kami rekomendasikan, dengan ada jalan tersebut bisa juga dibuat progran trekking wisata di kebun sorgum, seperti agrowisata di daerah-daerah dataran tinggi,” jelasnya.

 

Tanaman Sorgum di Desa Likotuden merupakan tanaman yang unik, sejenis tanaman seperti padi-padian namun punya tinggi lebih dari satu meter. Tanaman ini juga memiliki keunikan tersendiri yaitu pada tinggi tanaman dan bulir sorgum (memiliki bulir-bulir di bagian atas seperti padi).

 

Di desa ini ada beberapa jenis sorgum yang dibudidaya, seperti jenis kuwali, okin, numbu dan super. Dari ke-empat jenis tersebut, tinggi tanaman dan bulir sorgum memiliki keunikan tersendiri. Mulai dari sorgum jenis kuwali (tinggi 1.5-1.9 meter, bulir berwarna putih kehitaman), okin (2-2.8 m, kekuningan), numbu (2.2-3 m, bulir hijau), dan super 1 (> 3.5-4 m, bulir jingga).

 

Sementara, James, salah satu mahasiswa Prodi Hospitality yang ikut dalam program ini juga menjelaskan bahwa dirinya dan kelompok memberikan edukasi pemanfataan tanaman sorgum yang dapat diolah menjadi masakan, bahkan menjadi kuliner khas yang dapat dihidangkan saat wisatawan berkunjung.

 

“Kami coba memikirkan jenis makanan apa yang dapat dibuat dari bahan dasar sorgum yang bisa dipraktekan di dusun tersebut sebagai kuliner wisatawan. Kami mengajarkan ibu-ibu disana (pengetahuan baru tentang olahan sorgum) dengan resep masakan yang sudah disiapkan. Salah satunya membuat bubur sum-sum dari olahan tepung sorgum,” katanya.


 

 

 Mahasiswa berfoto bersama warga Dusun Likotuden

 

Pemanfaatan masakan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan warga dusun untuk berkreasi dalam pengolahan dan penyajian masakan kepada wisatawan. Selain itu, hal ini juga dapat mendongkrak perekonomian (pendapatan) warga dusun Likotuden.

Seperti yang dijelaskan Imanuel dan James, melalui kegiatan ini sangat dibutuhkan bagi mahasiswa untuk menambah wawasan dunia luar, khususnya berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda dari segi latar belakang, ekonomi dan karakternya. Belajar, berperan aktif dalam, dan memaksimal potensi yang dimiliki untuk membantu masyarakat.

 

“Dengan adanya kegiatan ini, nilai sosial yang didapat sangat banyak. Kita jadi tau kehidupan mereka bagaimana. Lalu bisa lebih berinteraksi dengan teman teman, keluarga di sana juga. Karena tidak ada sinyal untuk gadget, jadi bisa lebih berasa keakrabannya,” kata Imanuel.

 

Senada dengan Imanuel, James mengatakan bahwa kemampuan komunikasi sosial tentu sangat dibutuhkan. Ditambah, mungkin cara berpikir kritis dalam menyelesaikan sebuah masalah. “Awalnya kita bingung mau buat apa untuk dikembangin disana. Tetapi dengan adanya diskusi, teamwork masalah tersebut harus dihadapi. Yang paling penting, kami dapat mengenal sosial budaya disana dan ikut berpartisipasi dalam pengembangannya,” tutur James. (CTF)