ASK
ME

REGISTER
NOW

Diskusi Peluncuran Buku Budaya dan Tanah Adat Orang Moni di Distrik Sugapa, Papua

3/18/2010 12:00:00 AM


Diskusi Peluncuran Buku  “Budaya dan Tanah Adat Orang Moni di Distrik Sugapa, Papua

Tema Diskusi:

Memahami Persoalan Tanah Adat di Papua

Melalui Budaya Orang Moni

 

A. PENDAHULUAN

Kepemilikan tanah adat (tanah ulayat) di Papua umumnya dimiliki secara kolektif, berbasis pada suatu masyarakat adat entah berdasarkan etnis atau fam/klan tertentu. Keberadaan tanah adat diakui, dihormati, dan dilindungi dalam sistem hukum nasional. Hal ini antara lain terdapat dalam UUD 45 Perubahan Kedua (Pasal 18B ayat 2, Pasal 28I ayat 3), Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengeloalaan Sumber Daya Alam, dan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (khususnya Pasal 5 ayat 3, Pasal 6 ayat 1 dan 2). Perlindungan itu juga dikukuhkan dalam UU No. 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.  Selain dalam konteks nasional, hak-hak adat ini juga dilindungi dalam peraturan perundang-undangan di level regional. Sekedar menyebut beberapa di antaranya, Perda Provinsi Sumatera Barat No. 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari dan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, khususnya Bab XI yang memuat Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat.[1]

Sayangnya, kejelasan perlindungan hukum ini tidak sejalan dengan kejelasan data empiris. Faktanya, data tentang status kepemilikan tanah adat banyak yang belum terdokumentasi dengan baik. Ketiadaan bukti-bukti tertulis membuat informasi tentang tanah adat kerap kali kabur atau bahkan pada taraf tertentu simpang siur.

Ketiadaan data dan kepastian akan kepemilikan pada gilirannya menjadi kendala bagi setiap aktivitas yang berhubungan dengan tanah adat. Hal ini dapat menjurus kepada terjadinya sengketa baik secara horizontal (antar-warga masyarakat) maupun secara vertikal (pemerintah-masyarakat, masyarakat-pelaku bisnis). Sejak Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat)1969, berbagai gejolak terus bermunculan di Papua. Ujung-ujungnya masyarakat yang tidak puas meneriakkan masalah kemerdekaan. Sudah empat puluh tahun lebih isu ini terus menyelubungi persoalan Pulau Cendrawasih. Masalah utama yang menjadi pemicu gejolak yang tak kunjung padam adalah: masyarakat Papua tidak dimengerti sebagai manusia yang utuh. Pihak luar (pemerintah, investor, dan aparat keamanan) datang ke Papua dengan perspektif bahwa manusia Papua merupakan masyarakat yang terbelakang. Mereka datang dengan pikiran bahwa apa yang mereka lakukan jauh lebih beradab, jauh lebih pintar dari orang Papua. Kepintaran dan keadaban ini mereka anggap pasti dapat membantu orang Papua. Selagi cara berpikir ini masih melekat maka gejolak di Papua tidak akan pernah habis. Tindak kekerasan tidak akan pernah menuntaskan persoalan. Untuk mengatasi persoalan ini, masyarakat Papua perlu diletakkan sebagai manusia yang utuh. Masyarakat Papua adalah manusia yang memiliki sejarah, filosofi hidup, sistem kekerabatan, dinamika sosial, norma, serta kearifan lokal. Sayangnya tidak banyak literatur yang melihat secara mendalam tentang masyarakat di Papua. Buku Budaya & Tanah Adat Orang Moni di Distrik Sugapa, Papua, menjawab kekosongan ini. Literatur ini merupakan hasil penelitian Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat (PKPM) Unika Atma Jaya Jakarta. Sekitar enam bulan Tim PKPM secara intensif tinggal dan melebur bersama masyarakat di pedalaman Papua. Hasilnya, sebuah potret relatif lengkap tentang sebuah masyarakat adat dalam transisi dengan berbagai kearifan lokal yang mereka miliki. Salah satu contoh temuan kearifan lokal yang menonjol adalah konsep demokrasi yang bernama muna-muna. Temuan lain yang menarik adalah etika dalam perang antarfam. Orang Moni sangat menghargai para musuhnya ketika berperang. Di saat musuh kehabisan anak panah dalam perang, Orang Moni menghentikan perang dan memberikan sebagian anak panahnya kepada musuhnya. Setelah itu, perang bisa dilanjutkan. Etnis Moni memang hanyalah salah satu dari sekitar 250-an etnis yang ada di Papua. Namun, dengan membaca buku ini pembaca akan mendapat gambaran besar dalam memandang etnis-etnis lain di Papua, terlebih dalam persoalan kepemilikan tanah yang merupakan persoalan pelik di seluruh Papua. Buku yang diterbitkan pada Desember 2009 ini merupakan hasil kajian dari para peneliti dari disiplin ilmu antropologi, ekonomi, sosiologi-hukum, politik, dan komunikasi. Buku ini juga merupakan hasil studi intensif untuk mengetahui dan memetakan kepemilikan tanah adat Orang Moni, khususnya mereka yang berdiam di Distrik Sugapa, Pegunungan Papua Tengah. Berhubung sistem kepemilikan tanah ulayat senantiasa bertautan erat dengan budaya masyarakat setempat maka buku ini menaruh perhatian besar pada sejarah, filosofi hidup, sistem kekerabatan, dinamika sosial, dan norma serta kearifan tradisional Orang Moni. Sistem kepemilikan serta batas-batas wilayah adat antarfam sendiri dibahas secara khusus.  Selain itu buku ini juga menggambarkan situasi terkini masyarakat Moni di Sugapa yang sedang berada dalam gelombang transisi baik secara sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Data terkini berkaitan  dengan demografi, kondisi infrastruktur, fasilitas pendidikan dan kesehatan serta kehidupan sosial-ekonomi penduduk sebagian di antaranya yang dipaparkan secara relatif lengkap. Karya akademik ini diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kepada semua khalayak (pemerintah, dunia bisnis, dunia penelitian sosial) yang hendak berinteraksi dan melakukan aktivitas pembangunan di wilayah Orang Moni di Papua. Kiranya pendekatan budaya dapat diintegrasikan pada segala aktivitas politik maupun ekonomi di wilayah yang sedang dalam transisi ini.

1] Sumardjono, Maria S.W. 2008. Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Pp. 155-168.

 

B. TUJUAN DISKUSI:

Mengupas kontribusi buku Budaya dan Tanah Adat Orang Moni di Distrik Sugapa, Papua dari perspektif politik, ekonomi serta sosial dan meletakkannya dalam kerangka pemahaman terhadap kondisi kekinian Papua secara keseluruhan.

Diskusi ini juga dimaksudkan sebagai upaya diseminasi hasil penelitian  dan wujud tanggungjawab lembaga akademis kepada masyarakat luas dalam rangka menyambut Pesta Emas Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

 

C. BENTUK ACARA

Acara peluncuran buku ini akan mengambil bentuk diskusi. Satu pembicara kunci yang berasal dari Orang Moni sendiri beserta tiga penanggap akan dihadirkan untuk memberi tanggapan kritis terhadap isi buku. Penanggap diharapkan berasal dari tiga pilar utama kehidupan berbangsa: pemerintah, dunia bisnis dan masyarakat sipil. Selain diskusi, foto-foto kehidupan Orang Moni akan dipamerkan di sekitar ruang diskusi.

 

D. PELAKSANAAN

Hari, Tanggal     : Rabu, 20 April 2010

Tempat              : Gedung Yustinus Lantai 14

                            Unika Atma Jaya Jakarta

                            Jl. Jend. Sudirman Kav. 15 Jakarta

Waktu                : Pukul 09.00 – 12.30 WIB

Agenda acara    : (Lihat Rundown Acara di bawah)

 

E. NARASUMBER

1. Pembicara kunci (“Suara Orang Moni”)

Fokus: Menggarisbawahi dan mengedepankan beberapa hal yang dianggap poin terpenting dari dalam buku yang perlu dipahami oleh masyarakat luar dalam rangka memahami masyarakat Moni.

Narasumber - Yosias Duwitau (Kepala Distrik Sugapa) dan Pater Yustinus

 

2. Pemerintah                          

Fokus:  Menanggapi beberapa hal dari dalam buku yang berkaitan dengan fungsi dan tanggung jawab pemerintah dalam urusan politik dan pembangunan Masyarakat Moni dan Papua pada umumnya.

Narasumber - Barnabas Suebu (Gubernur Papua)- Masih dalam konfirmasi

 

3. Bisnis                                  

Fokus:  Menanggapi beberapa hal yang relevan dari dalam buku yang berkaitan dengan aktivitas berbisnis di tanah Papua pada umumnya dan di dalam masyarakat Moni pada khususnya.

Narasumber -  PT. Freeport Indonesia - Demianus Dimara

 

4. Peneliti yang mendalami Papua       

Fokus:  Mendiskusikan kontribusi utama buku terhadap diskursus akademik tentang Papua dan masyarakat Papua baik dari segi ekonomi, politik, sosial, maupun budaya.

Narasumber - Muridan S. Widjojo, Ph.D. (Peneliti LIPI)

 

 F. RUNDOWN ACARA

No

Waktu

Acara

PIC

1

09.00 - 09.30

Registrasi

Pameran Foto

Panitia

2

09.30 - 09.45

Pembukaan

Sambutan: Rektor/Warek/

Clara Ajisuksmo

3

09.45 – 10.15

 

 

 

 

 

10.15 – 10.45

 

 

10.45 – 11.15

11.15 – 11.45

11.45 – 12.15

Pembahasan tentang Buku Budaya dan Tanah Adat Orang Moni

(Tim PKPM : Martin, Yuni, Lamtiur)

 

Tanggapan terhadap buku:

 

“Suara orang Moni” (Yosias Duwitau)

 

Panelis  :

1. Pemerintah: Barnabas Suebu

2. Bisnis: PT. Freeport Indonesia

3. Peneliti: Muridan

Inka

4

12.15 – 12.45

Tanya Jawab

Kesimpulan

 

5

12.45 – 13.00

Penutup (Kepala PKPM)

PKPM

6

13.00

Santap Siang

Panitia