ASK
ME

REGISTER
NOW

Dampak Pembakuan Peran Jender terhadap Kondisi Kaum Perempuan Kelas Bawah di DKI Jakarta. Laporan Penelitian

1/29/2007 12:00:00 AM

Penulis/Peneliti: Henny Wiludjeng; Attashendartini Habsjah; Dhevy Setya Wibawa

Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Unika Atma Jaya Jakarta bekerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan.

Tahun: 2002

Abstrak:
Penelitian ini diadakan atas permintaan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH-APIK), dalam rangka untuk kepentingan advokasi, LBH-APIK sejak awal memfokuskan diri dalam upaya merubah sistem hukum yang dirasa tidak adil bagi kaum perempuan ke arah sistem hukum yang berkeadilan jender. Salah satu aspek ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan, diidentifikasi sebagai akibat adanya pembakuan peran jender yang ada dalam masyarakat
Indonesia, dan disahkan dalam Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berserta kebijakan-kebijakan Pemerintah lainnya. Oleh karena itu perlu adanya penelitian lebih lanjut menyangkut isu pembakuan peran jender tersebut. Dalam rangka itu, Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat Unika Atma Jaya Jakarta melakukan penelitian mengenai apa saja dampak dari pembakuan peran jender tersebut terhadap kondisi kerja kaum perempuan terutama kaum perempuan kelas bawah.

Pada masyarakat patriarki seperti di Indonesia, perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dapat berakibat adanya pembedaan jender. Pembedaan jender yang dimaksud adalah pembedaan perilaku, peran dan perlakuan antara lelaki dan perempuan yang diciptakan oleh masyarakat melalui proses sosial dan budaya yang panjang (Fakih, 1996).

Konsep peran jender seperti ini yang direprodksi dalam kebijakan-kebijakan pemerintah, seperti yang terlihat dalam Undang-undang no. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan maupun dalam beberapa kebijakan Pemerintah lainnya (GBHN, PP, Perda).

Permasalahan.
Undang-undang Perkawinan menyatakan bahwa hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Namun dengan adanya pembakuan peran suami sebagai kepala keluarga, dan wajib melindungi istrinya, membawa dampak bahwa istri merupakan subordinasi dari suami, sehingga kenyataannya kedudukan suami dan istri tidak seimbang. Menerima perlidungan dari suami dengan sukarela membuat suami menjadi dominan terhadap istrinya.
Istri harus mnghormati dan patuh kepada suami, pengambil keputusan penting dalam keluarga berada di tangan suami, dan segala aktivitas istri di luar rumah harus seijin suami. Posisi seperti ini bisa mengakibatkan kaum perempuan mengalami kkerasam, baik kekerasan fisik , psikis, ekonomi maupun secara khusus meyangkut kekerasan seksual.

Tujuan Penelitian.
Stereotip jnder dan pembakuan peran jender tersebut, disadari atau tidak, menempatkan kaum perempuan pada kondisi yang dirasa kurang adil, baik di dalam maupun di luar rumah. Dalam kondisi yang demikian penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan bagaimana dampaknya terhadap kondisi kerja kaum perempuan kelas bawah, baik kondisi kerja reprouksi maupun produksi.

Secara khusus penelitian ini bertujuan:

  1. mengidentifikasi karakteristik demografis dan sosial ekonomi kaum perempuan kelas bawah yang bekerja;
  2. mengetahui pendapat mereka tentang nilai-nilai pembakuan peran jender;
  3. mengetahui pendapat mereka tentang praktek (implementasinya) pembakuan peran jender dalam kehidupan sehari-hari;
  4. mengetahui kondisi kerja reproduksi dan produksi mereka;
  5. mengetahui apakah mereka memang mengalami kondisi yang tidak menguntungkan karena tersubordinasi, yang terwujud dalam bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, sosial, seksual, terpinggirkan, dan beban kerja berlebih;
  6. mengetahui aspirasi mereka berkaitan dengan peran gandanya.


Metode Pengumpulan Data.
Penelitian ini menggunakan 2 macam metode pengumpulan data, yaitu srvei yag kemudian dilengkapi dengan wawancara mendalam terhadap beberapa responden yang ditemui dalam survei.